Ini Cara Membuat Karyawan Anda Aktif Memberi Ide

Banyak business owner mengeluh bahwa karyawan mereka cenderung pasif dalam memberikan ide. Artikel pendek ini merangkum lima habit yang perlu Anda stop lakukan, agar karyawan lebih berani memberikan ide-ide segar untuk kemajuan perusahaan.

Share artikel ini, klik:

Ingin karyawan Anda aktif memberikan ide? Banyak business owner mengeluh bahwa karyawan mereka cenderung pasif dalam memberikan ide. Kepasifan karyawan yang dialami dalam bisnis Anda bisa beragam, mulai dari karyawan yang pasif dalam meeting, sampai kepada karyawan yang hanya membeo mendukung setelah Anda melemparkan ide tertentu.

Cara membuat karyawan Anda aktif memberikan ide bisa jadi tidak terletak pada apa yang Anda perlu lakukan sebagai seorang pemimpin. Akan tetapi mungkin terkait dengan apa yang perlu Anda stop lakukan, sehingga karyawan lebih bermotivasi untuk aktif memberikan ide.

Ide-Bisnis.com merangkum lima habit yang perlu Anda stop lakukan, agar karyawan lebih berani memberikan ide-ide segar untuk kemajuan perusahaan.

Stop 1: Memberikan Terlalu Banyak Saran

Itu ide yang bagus, namun lebih baik lagi kalau kamu bisa melakukannya seperti ini.

Kebanyakan business owner melakukan habit di atas tanpa sadar. Habit memberikan terlalu banyak saran adalah sesuatu yang umum dilakukan oleh para business owner yang sudah bertahun-tahun mengelola bisnis. Habit tersebut membuat karyawan membaca situasi ini dari Anda – bahwa (a) “saya sudah tahu itu sebelum kamu tahu” dan “saya tahu cara yang lebih baik dari kamu”.

Ini yang saya ingin kita sadari bersama:

[shareable]Anda mungkin meningkatkan ide karyawan tersebut 5-10% dengan saran Anda, namun Anda menurunkan komitmen karyawan tersebut lebih dari 50%.

Mengapa? Karena ide tersebut bukan lagi milik sang karyawan. Ide tersebut telah menjadi ide Anda.[/shareable]

Jangan bingung bila karyawan Anda lebih suka menunggu ide dari Anda. Terkait habit ini, saya sedang belajar untuk stop menambahkan saran, dan mulai mengatakan ini pada tim saya: “itu ide yang sangat bagus, saya dukung!

Stop 2: Membuat Guyonan yang Mengejek

Bila Anda suka melontarkan guyonan, Anda mungkin perlu menyadari bahwa kita cenderung tidak awas saat melakukannya. Bahkan kita seringkali lupa guyonan apa yang kita telah katakan. Masalahnya jadi rumit bila guyonan tersebut bernada mengejek dan kita melakukannya di dalam meeting.

Guyonan yang mengejek seseorang – baik itu tim, customer, atau rekan bisnis – bisa membuat orang lain tertawa saat Anda melakukannya. Akan tetapi sesaat guyonan itu keluar dari mulut kita, dampaknya lebih lama melekat pada orang yang terkena dan mendengarkan guyonan itu. Alhasil, karyawan jadi lebih berhati-hati dalam memberikan ide, karena takut menjadi bahan ejekan sang boss kelak.

Empat tips dari Warren Buffet ini kiranya membantu kita dalam memfilter guyonan yang mengejek:

  1. Apakah guyonan ini membantu customer kami?
  2. Apakah guyonan ini membantu perusahaan kami?
  3. Apakah guyonan ini membantu karyawan yang sedang bicara dengan saya?
  4. Apakah guyonan ini membantu karyawan yang sedang saya bicarakan?

Stop 3: Pilih Kasih

Banyak karyawan jengkel dengan rekan karyawan yang suka menjilat atasan. Dan kebanyakan business owner mengatakan tidak suka karyawan penjilat. Akan tetapi, bila hal itu benar: mengapa banyak penjilat masih berkeliaran di perusahaan-perusahaan?

Sama seperti kebanyakan orangtua yang mengatakan bahwa mereka tidak pernah pilih kasih, demikian pula seorang pemimpin dengan tim karyawannya. Akan tetapi izinkan saya memberikan ilustrasi dari kehidupan saya sendiri.

Saya punya lima ekor anjing di rumah: seekor golden retriever, tiga ekor shih tzu, dan seekor anjing kampung. Setiap kali saya pulang kerja, merekalah yang menyambut pertama kali. Bila Anda bertanya pada saya apakah saya pilih kasih dengan anjing-anjing peliharaan saya, saya akan menjawab tidak. Akan tetapi, orang lain di rumah – istri, anak dan mertua saya tahu – dan berkomentar bahwa Louise dan Moco adalah favorit saya.

Ini pembelaan saya: karena Louise dan Moco adalah yang paling riang kalau saya pulang, yang lain cenderung cuek.

Saya harap ilustrasi di atas membantu Anda menyadari bilamana Anda melakukan pilih kasih. Bila kita tidak hati-hati, kita bisa memperlakukan karyawan sebagaimana kita memperlakukan hewan peliharaan kita – yang paling cepat menyapa, yang paling cepat kagum, yang paling pandai menjilat adalah yang mendapat perhatian lebih dari kita.

Bila kita melakukan ini (pilih kasih), signal yang kita berikan pada karyawan-karyawan lain adalah: yang penting membuat boss senang dengan keinginannya, bukan dengan visinya. Dan hal itu membuat karyawan yang benar-benar memiliki ide cenderung diam, dan karyawan (penjilat) yang itu-itu saja yang sibuk memberikan “ide”.

Stop 4: Ikutan Bergossip

Gossip adalah penyakit yang melumpuhkan kekompakan, apalagi bila sang business owner ikut melakukannya. Mungkin Anda mengatakan: “saya hanya ingin mendengar pendapat tentang karyawan A dari teman-temannya“, jadi apakah itu berarti Anda telah bergossip?

Ini karakter gossip yang perlu kita pahami untuk menghindarinya:

[shareable cite=”Coach Danny”]Gossip akan membuat Anda mengambil sikap (bahkan keputusan) akan seseorang tanpa mengizinkan orang tersebut mengklarifikasi apa yang terjadi.[/shareable]

Bila bincang-bincang Anda dengan karyawan tentang karyawan tertentu membuat Anda berbeda sikap, atau mengambil keputusan yang berbeda tentangnya (termasuk menunda promosi, atau PHK) tanpa memberikan kesempatan klarifikasi, Anda tengah ikutan bergossip.

Business owner yang ikutan bergossip akan memberikan pupuk bagi suburnya politik kantor. Dan politik kantorlah yang membuat karyawan yang serius bekerja jadi malas ikut-ikutan berkontribusi ide.

Stop 5: Tidak Fokus dalam Mendengarkan

Kita bisa tidak menyimak karyawan dengan baik saat kita sedang bosan, banyak pikiran atau sibuk memikirkan respon apa yang kita mau katakan. Kita mungkin mencoba melakukannya dengan tersembunyi: whatsapp di bawah meja, atau sambil melihat email di laptop saat meeting, akan tetapi karyawan yang sedang bicara akan menyadari bahwa kita tidak sedang menyimak. Apalagi bila kita menanyakan hal yang sebenarnya baru dijelaskan, dan kita tidak sadar karena tidak menyimak!

[callout]Itu sebabnya saya tidak pernah mengizinkan baik tim atau saya ‘berlindung’ di balik laptop saat meeting. Bila bukan saatnya presentasi, maka laptop perlu ditutup dalam meeting.[/callout]

Dr John C Maxwell memberikan akronim LADDER untuk membantu kita menyimak dengan baik saat karyawan memaparkan ide mereka. Business owner yang menyimak (LADDER) itu:

  • Look: memandang yang sedang berbicara
  • Ask: bertanya
  • Don’t: jangan menginterupsi
  • Don’t: jangan mengubah subjek pembicaraan
  • Emotion: cek emosi Anda – apakah emosi Anda antusias mendengarkan?
  • Responsive: Saat karyawan Anda merasa Anda tidak lagi mendengarkan atau merespon, mereka akan berhenti memberikan ide.

Talk-It Over

Jim Rohn berkata bahwa bila kita ingin sesuatu berubah, kita yang pertama kali perlu berubah. Dan perubahan tidak melulu tentang apa yang perlu kita lakukan; namun seringkali tentang apa yang perlu kita stop lakukan.

  • Dari lima hal yang perlu kita stop di atas, point mana yang paling Anda sadar sering lakukan?
  • Bila Anda menanyakan hal tersebut pada orang yang paling berani jujur pada Anda, kira-kira point mana yang dikatakannya sebagai titik lemah Anda?

Perlu ide untuk bisnis Anda? Baca saja Ide-Bisnis.com

Baca juga:

Share artikel ini, klik: