3 Blind Spots ini perlu Anda waspadai
Bila Anda telah berusia di atas 35 tahun, Anda dianjurkan untuk melakukan health check up secara rutin, baik mengalami keluhan maupun tidak. Akan tetapi, bila Anda seperti saya dan kebanyakan orang, medical check up jarang menjadi prioritas tahunan kita. Apalagi dengan alasan kesibukan dan prioritas lain yang lebih penting, bukan?
Selain kesibukan, salah satu alasan lain yang sering saya temui (baca: gunakan) adalah karena kuatir menemukan penyakit dari hasil tes tersebut. (Hmm, saya berharap Anda jadi ingat untuk menjadwalkan health check up Anda yang tertunda di bulan ini ya?)
Topik medical check up ini membuat saya menyadari bahwa kita memang lebih sukar memimpin diri sendiri dibanding memimpin orang lain. Dan salah satu alasannya adalah karena kita memiliki blind spots yang mencegah kita dari melihat di area mana kita memiliki masalah atau lemah.
Dan itulah blind spots, dimiliki semua orang, namun hanya sedikit yang benar-benar menyadarinya.
Blind spots membuat Anda dan saya gagal melihat diri kita serta keadaan yang kita alami secara realistis.
Dalam leadership Anda, blind spots Anda jauh lebih berdampak negatif – karena pengaruh dan wewenang Anda memberikan imbas yang signifikan terhadap hasil sebuah tim, divisi maupun perusahaan yang Anda kelola.
Dalam artikel ini, saya mau mengarisbawahi tiga blind spots yang paling sering dialami para leaders.
Pertama, Perspektif Saya.
Blind spot ini memekik “sudah agar cepat, gunakan cara saya saja!”
Dengan kata lain, saya berkata bahwa pendapat saya sebagai pemimpin – apalagi yang sudah bertahun-tahun memimpin – adalah yang paling kuat dan benar.
Bisa jadi pendapat saya memang benar dan paling efisien,… di masa ini. Namun, apa yang saya lakukan bukanlah leadership dan justru membuat organisasi yang saya pimpin rawan di jangka panjang.
Ya, karena orang-orang hebat yang bisa berkontribusi akan merasa tersingkir dan akhirnya menyisakan para pengikut yang malas berpikir.
Bila Anda memiliki blind spot ini, usahakanlah untuk melihat hal-hal dari berbagai macam perspektif. Bertanyalah pendapat kepada orang yang jarang Anda ajak bicara, bukan hanya dari orang ‘kepercayaan’ Anda saja.
Dan cobalah mengatakan “that’s interesting!” untuk ide-ide yang tidak Anda kuasai sebelumnya dan mendengarkan lebih untuk memahami.
Kedua, Tidak Percaya Diri.
Blind spot ini berbisik “apa pendapat mereka tentang saya (atau keputusan saya) ya?”
Dengan kata lain, saya terus menerus memikirkan tentang diri saya dan itu membuat saya kuatir tentang apa yang dikatakan orang lain tentang saya. Yang pasti saya harap-harap cemas bilamana saya terlihat lemah, bodoh atau remeh.
Saya pun tentunya tidak nyaman bila ada rekan kerja, apalagi tim saya yang mungkin dipromosikan karena itu mengancam posisi saya.
Berbagi informasi dengan tim? Tentunya itu adalah hal terakhir yang saya akan lakukan, paling tidak bila benar-benar mendesak saja.
Bila Anda memiliki blind spot ini, percayalah bahwa Anda itu berarti dan kehadiran Anda di organisasi saat ini memberikan kontribusi yang luar biasa hebat.
Selain itu, bangunlah diri Anda di komunitas lain di luar dunia kerja dimana Anda merasa aman dan tidak perlu berkompetisi.
Terakhir, asahlah skill Anda dengan ilmu-ilmu yang terkini. Hadiri seminar-seminar baru, dengarkan podcast leadership atau baca buku-buku yang membuat Anda merasa lebih berbobot.
Cara terbaik untuk percaya diri adalah dengan mengupgrade diri Anda dibandingkan mendowngrade orang lain.
Ketiga, Karakter yang Lemah.
Saya suka menggunakan kata “lemah” daripada “buruk” terkait dengan karakter.
Saya yakin bahwa orang yang “menyulitkan” tidak terlahir dengan karakter yang buruk, namun lemah. Akan tetapi karena tidak menyadari blind spotnya, karakter yang lemah itu bisa membatu dan menjadi karakter yang disebut buruk oleh banyak orang.
Karakter Anda konon akan menjaga bakat dan kesempatan yang Anda miliki. Karakter yang lemah akan menggagalkan banyak deal bagus yang bisa Anda peroleh. Dan karakter Anda dan saya dibentuk dari pilihan-pilihan keputusan yang kita ambil dari hari ke harinya – baik atau buruk.
Beberapa contoh karakter yang lemah, misalnya:
- Saat saya sebagai leader sering menunda dan melewati tenggat waktu
- Saat saya membuat janji, resolusi atau keputusan untuk melakukan lebih baik, namun kembali kepada kebiasaan saya yang sebelumnya
- Saat saya lebih mementingkan ‘menyenangkan’ orang lain (baca: berkompromi) daripada menjaga prinsip hidup yang saya ceritakan pada orang lain
- Saat saya bersedia untuk menutupi kebenaran (baca: berbohong) untuk menghindari masalah yang saya perbuat
- Saat saya hanya mau melakukan yang paling mudah, padahal saya tahu itu bukan yang terbaik
Saat orang lain menunjukkan keengganan untuk mempercayai Anda
Talk-It Over
Saya berharap tulisan saya tentang tiga blind spots ini tidak lantas membuat Anda geram dengan saya. Akan tetapi, bila iya, justru saya optimis dengan Anda karena artinya Anda akan lebih maju dalam karir dan bisnis setelah ini.
Biasanya, orang akan mengalami perubahan saat sebuah gagasan menyentuh emosi mereka – baik secara positif atau negatif.
Yang pasti bila Anda memutuskan untuk mengenali blind spot Anda, ada dua tips praktis yang bisa Anda lakukan setelahnya:
- Ceritakan blind spot Anda dengan orang terdekat yang tulus peduli dan mau membantu Anda. Anda juga bisa mencari bantuan seorang mentor/coach bila memungkinkan.
- Anda bisa pula menggunakan 360-degree feedback untuk memahami bagaimana tim Anda menilai leadership Anda. Sama seperti health check up, Anda mungkin tidak suka dengan hasilnya – namun itu memberikan peluang untuk mengerjakan area-area yang bisa ditingkatkan.
- Latih dan perlengkapi tim Anda untuk menyeimbangkan blind spot Anda. Anda pada akhirnya akan bisa mengendalikan blind spot Anda, tetapi sementara waktu pastikan tim Anda membantu di area-area dimana Anda lemah secara karakter.
Selamat memimpin diri Anda sendiri!
PS: Ingat medical check up juga ya, leaders!
Artikel ini diadaptasi dari Leading Ourselves yang ditulis oleh Coach Danny Wira Dharma untuk Managers’ Scope edisi Agustus 2016. Diupdate kembali dari post Juni 2017.