Zaman sekarang ini, kita sedang dibiasakan dengan pilihan yang dikotomi, pembagian atas dua kelompok yang saling bertentangan:
Apple versus Samsung
IOS versus Android
Ojek online versus Ojek tradisional
Hitam versus Putih
Pro Calon-A versus Anti Calon-A
Entah karena media atau diri kita sendiri, saat ini Anda dan saya tengah didorong untuk melihat sebuah masalah, atau solusi untuk sebuah masalah, sebagai dua pilihan/ kategori yang berbeda.
Anda dan saya diberikan pilihan entah A atau B.
Sayangnya, saat kita membatasi diri kita untuk hanya melihat dua pilihan, kita membatasi kemungkinan dari solusi yang ada.
Anda dan saya yang sudah cukup lama hidup dalam dunia, pasti bisa ingat bahwa yang namanya pemikiran out of the box tidak pernah berupa pilihan fanatik antara A atau B.
Pemikiran out the box terbaik seringkali malah terjadi karena ditemukannya pilihan ketiga yang jauh lebih baik dari kedua pilihan A atau B.
Saat dua pilihan saling bertolak belakang, bisa jadi keduanya sama-sama benar. Keduanya sama-sama unggul. Keduanya sama-sama memiliki perspektif yang sah dan mewakili solusi yang mungkin berhasil.
Namun, bisa jadi keduanya juga sama-sama salah.
Mundur sekitar satu dasa warsa, Anda dan saya masih terbiasa untuk menemukan cara mengkombinasikan kualitas-kualitas terbaik dari dua pilihan solusi yang tampak bertentangan untuk menciptakan solusi ketiga. Akan tetapi, setujukah Anda dengan saya: bahwa kita seolah sedang kehilangan skill out-of-the-box itu?
Saat saya menulis THE THIRD OPTION, saya percaya bahwa solusi out-of-the-box adalah lebih dari sekedar kompromi.
Solusi out-of-the-box adalah solusi yang elegan terhadap sebuah masalah – karena membuat kita aktif menelaah dan menjadi bagian dari solusi tersebut. Kita tidak terjebak pada kacamata sebagai customer dari pilihan A atau B.
Solusi out-of-the-box atau yang saya berikan judul sebagai the third option adalah sebuah penemuan solusi yang lebih baik dari dua hal yang terlebih dahulu disajikan.
Solusi yang membutuhkan skill dan kerja keras.
Solusi yang tidak cukup mengandalkan preferensi dan fanatisme.
Mengapa hal ini penting bagi Anda saat memimpin bisnis?
Karena out-of-the-box thinking mengizinkan Anda menjadi leader yang dewasa – yang tidak hanya melihat konteks sebuah masalah hanya sebagai hitam dan putih. Dan Anda akan tampil unggul saat bisa menyajikan pelangi sebagai sebuah solusi yang lebih baik.
Terkait dengan hal itu, saat Anda terpaku dengan dikotomi dua solusi yang saling bertentangan, berikut ada lima langkah yang membantu Anda menemukan pilihan yang ketiga:
Pertama, jadilah rendah hati.
Proses menemukan solusi out-of-the-box bergantung pada sikap rendah hati. Satu-satunya cara menemukan pilihan ketiga adalah saat dua pihak yang bertentangan menanggalkan ego mereka dan bekerja bersama. Keangkuhan dan fanatisme selalu mencari solusi yang memenangkan diri sendiri. Ada motivasi tersembunyi yang sering bermain.
Untuk mendapatkan solusi out-of-the-box, fokus Anda dan saya adalah untuk menyelesaikan masalah untuk kebaikan semua orang yang terlibat.
Kedua, belajarlah untuk menyimak tanpa berkompromi.
Saat Anda berdiskusi dengan sikap mental bahwa saya-lah yang benar, maka Anda telah menutup pintu dari pilihan-pilihan lain yang mungkin baik. Langkah kedua ini dimulai dengan MEMAHAMI mereka yang tidak sepakat dengan Anda. Hanya dengan menyimak, Anda dapat memahami mereka dan mengerti apa yang memotivasi cara pikir mereka.
Akan tetapi, mencari pilihan ketiga yang out-of-the-box bukan berarti menyerah pada keinginan orang lain. Anda tetap perlu menyatakan keinginan, perasaan dan apa yang Anda tahu tanpa berkompromi. Pihak lain tetap perlu mendengar pendapat Anda.
Lalu, bebaskan tim Anda.
Solusi out-of-the-box seringkali tersedia dalam konteksnya (baca: di lapangan, bukan ruang meeting). Seringkali tim Anda di pabrik, di kota-kota kecil, di pelosok-pelosok, dan di warung-warung yang menjual produk Anda lah yang memahami konteksnya. Jarak Anda dari solusi tersebut adalah komunikasi yang efektif.
Dalam hal ini, Anda dan saya perlu memberikan kebebasan tim untuk menyuarakan pengamatannya sebagai orang lapangan, dan untuk tidak langsung setuju dengan apa yang kita usulkan dari ruang meeting. Dalam situasi inilah, kita perlu belajar menarik informasi secara efektif dari lapangan, dengan bahasa dan kacamata pekerja lapangan.
Keempat, endapkan solusi itu
Berapa banyak dari Anda mirip seperti saya terkait ilham? Saya sering menemukan solusi ketiga di saat saya bergerak sebagai manusia:
- saat berjalan kaki di pagi hari
- saat berjalan malam bersama anjing saya di perumahan
- saat mandi
- saat di kamar kecil
Saat mencari solusi dan berdebat tentangnya, intensitas kognitif dan emosi Anda dapat membiaskan opini yang Anda genggam. Anda merasa secara logis dapat solusi, tapi tidak secara emosi – atau sebaliknya.
Saran saya: tidurlah, berdoalah, berikan Anda dan tim waktu untuk mencerna pendapat-pendapat dan argumen-argumen yang ada.
Pilihan ketiga bisa muncul di saat yang tidak terduga. Inilah yang disebut oleh Napoleon Hill dalam buku Think and Grow Rich sebagai “The Miracle of the Sixth Sense” – yakni: saat kuasa berpikir meresap dengan gambaran-gambaran pengalaman yang Anda pernah alami di masa lalu dan dengan apa yang pernah apa pelajari, mengorkestrakan sebuah ilham. (untuk lebih lanjut, bacalah Think and Grow Rich bab XIV).
Kelima, belajarlah dari kesalahan.
Anda pasti pernah dengar prinsip “the enemy of good is better”. Jangan membuang waktu terlalu ekstrem dalam mencari pilihan ketiga yang terbaik. Di saat-saat tertentu, ambillah keputusan terbaik yang Anda bisa, lalu terapkanlah itu. Seringkali kita menemukan solusi terkait masalah kita justru saat kita telah mempraktekkannya. Ini yang disebut sebagai Kaizen (continuous improvement), bukan?
Leaders, para pemimpin yang hebat memahami bahwa dunia tidaklah indah dilihat hanya dari sudut hitam versus putih. Saat ada dikotomi solusi yang membuat Anda justru ragu, ingatlah akan istilah out-of-the-box dan pimpinlah tim Anda menemukan pilihan ketiga yang lebih baik.
Selamat menentukan menemukan pilihan!
Your Coach,
Danny
[callout]Artikel ini juga bertujuan untuk memberikan perspektif lain tentang persatuan menjelang pemilihan gubernur yang selama ini banyak membuat kawan menjadi lawan, hanya karena fanatisme. Saya pribadi berharap kita mengingat pola pikir out-of-the-box dan menemukan pemimpin yang mengajak kita melakukan hal yang sama. [/callout]