Leadership yang baik di masa-masa sulit
“Ya udah lah maklumin aja. Namanya juga Indonesia.”
Banyaknya kebiasaan jelek di Indonesia terjadi karena pemakluman.
Buang sampah sembarangan.
Males antri.
Tiduran di tempat duduk Bandara.
Korupsi.Apa lagi?
— Anji MANJI – (@duniamanji) March 13, 2020
Ya udah maklumin aja…
Sebuah siang, saya pernah makan bersama dengan seorang pensiunan polisi dan beliau menceritakan bagaimana seringnya pimpinan polisi menutup mata dengan kesalahan anak buahnya karena rasa maklum:
- Ya, maklumlah Pak, masih muda jadi masih suka senang-senang
- Kalau mereka menjaga tempat hiburan dan melihat orang-orang perlente, ya maklumlah kalau mereka pengen coba juga (baca: hidup gemerlap)
- Daripada saya dimusuhi lalu dipersulit dalam pekerjaan, ya lebih baik saya maklumi saya.
Bagaimana dengan dunia bisnis dan eksekutif seperti Anda dan saya?
Kita juga mengalami hal serupa – kita terlalu sering memaklumi orang lain dan membiarkan mereka menarik kualitas bisnis/pekerjaan kita lebih rendah dari sebelumnya. Tidak jarang kan kita menemukan dampak dari keseringan memaklumi?
Sebagai contoh:
- Rencana bisnis yang tidak kunjung dimulai karena memaklumi keadaan calon mitra kita.
- Penerapan strategi sales pamungkas yang diturunkan kualitasnya karena kita memaklumi manager sales yang kurang paham (tapi tidak mau belajar)
- Meeting yang tidak menghasilkan Action Plan karena memaklumi beberapa manager yang “perlu merokok dulu agar bisa berpikir” padahal waktu meeting sangat terbatas.
Saat keadaan lagi melimpah dan nyaman, memaklumi orang lain adalah hal yang mudah untuk dilakukan. Memaklumi orang lain bukan hal yang menyenangkan, tetapi setidaknya masih mudah untuk dilakukan selama bisnis dan karir Anda dalam keadaan baik-baik.
Akan tetapi, masa-masa sulit membutuhkan pemimpin yang dengan kualitas yang lebih baik. Masa-masa sulit memanggil Anda untuk benar-benar mengutamakan prioritas dibandingkan reputasi sebagai pemimpin yang baik hati. Dan itu memanggil Anda menjadi pemimpin yang kuat.
[shareable cite=”Coach Danny”]Saat keadaan lagi melimpah dan nyaman, memaklumi orang lain adalah hal yang mudah untuk dilakukan. … Akan tetapi, masa-masa sulit membutuhkan pemimpin yang dengan kualitas yang lebih baik[/shareable]
3 Vaksin untuk Penyakit Maklum
Leadership yang baik yang imun dari penyakit maklum dibentuk dari:
Vaksin 1: STRONG LEADERSHIP
Strong leadership berarti Anda merangkul kesadaran bahwa Anda memimpin untuk membuat orang lain lebih baik keadaannya. Memimpin itu bukan babysitting agar Anda dan tim “merasa” nyaman. Memimpin itu artinya Anda menumbuhkan orang lain kepada potensi yang mereka miliki.
Sayangnya, tidak sedikit orang kesulitan untuk menjadi pemimpin yang kuat. Seperti pensiunan polisi tersebut – mereka takut tidak disukai, sehingga memaklumi standar yang kian menurun. Anda mungkin bertanya: “pensiunan polisi apa itu, tidak bernyali?”
Menurut saya, itu bukan urusan nyali namun urusan tanggung jawab (responsibility). Dan itu membawa kita ke antidote kedua dari rasa maklum: memahami tujuan.
Vaksin 2: CLEAR GOAL
[shareable cite=”Coach Danny”]Memimpin itu bukan ‘babysitting’ agar Anda dan tim “merasa” nyaman. Memimpin itu artinya Anda menumbuhkan orang lain kepada potensi yang mereka miliki.[/shareable]
Saat Anda tidak memahami mengapa Anda mau memimpin, Anda akan dengan mudahnya kehilangan arah. Kejelasan akan tujuan dan tanggung jawab adalah kompas bagi kepemimpinan Anda.
Apakah Anda menjadi manager hanya karena paket kesejahteraannya? Ataukah Anda memiliki goal yang jelas yang ingin Anda tuju?
Kebanyakan pemimpin, termasuk para pengusaha dengan skill memaklumi yang kronis, umumnya tidak memahami goal mereka secara mendalam.
Goal hanya sekenanya diwacanakan dan mereka hanya berpikir tentang approval dari orang yang sedang mereka temui. Makin banyak orang yang tampak mendukung goal mereka, barulah mereka merasa berada di jalur yang benar. Dengan kata lain, mereka tidak memahami apa big picture dari tanggung jawab mereka – dan apa untung yang mereka dapatkan saat mencapai big picture tersebut.
Di masa-masa sulit seperti ini, approval-approval instan semakin langka. Orang sama-sama pusing sehingga jarang bisa berbasa-basi. Anda perlu memahami dari dalam hati – mengapa Anda mau memimpin. Tidak perlu menunggu pujian atau affirmasi dari orang lain.
Sekali lagi, saat Anda tidak paham mengapa Anda mau memimpin, Anda akan dengan mudahnya kehilangan arah.
Vaksin 3: GROWTH MINDSET
[shareable cite=”Coach Danny”] Saat Anda tidak paham mengapa Anda mau memimpin, Anda akan dengan mudahnya kehilangan arah.[/shareable]
Dr John Maxwell memiliki Growth Mindset yang membantu Anda lebih lega saat mengurangi kadar rasa maklum Anda pada situasi asal-asalan. Kondisi orang lain saat bekerja atau bertindak asal-asalan harusnya memberikan setiap pemimpin satu pertanyaan mendasar: “mereka itu tidak bisa, atau tidak mau?”
Bila Anda menjawab karena “mereka tidak bisa” – maka evaluasi terkait kemungkinan penyerapan skill maupun budaya kerja yang lebih baik akan membantu Anda dalam menumbuhkan kualitas kerja mereka.
Namun bila Anda menjawab karena “mereka tidak mau” – maka Anda perlu menjadi lebih tegas dan mengurangi rasa maklum karena beberapa alasan berikut:
- Ketegasan berarti Anda menghargai potensi orang tersebut, sementara rasa maklum hanya menghargai perasaannya.
- Ketegasan memperkuat relasi, sementara rasa maklum hanya mempertahankan relasi.
- Ketegasan membuat leadership Anda maju, sementara rasa maklum hanya membuat leadership Anda dikenali gayanya.
[shareable cite=”Coach Danny”]rasa maklum hanya fokus pada kemudahan, dan bukannya keharusan[/shareable]
Leadership yang baik membangun ketegasan
Seperti yang saya tuliskan di awal, banyak orang kesulitan untuk menjadi pemimpin yang tegas. Kebanyakan orang lebih suka memaklumi agar mereka lebih disukai, atau minimal tidak dimusuhi. Tapi bila Anda merasakan tumbuhnya kebutuhan untuk menjadi lebih tegas – khususnya di masa-masa sukar, beberapa tips praktis ini bisa Anda coba:
- Buat aturan main. Aturan main adalah batasan yang Anda ciptakan untuk diri Anda – yang membantu Anda memutuskan apa yang Anda bisa setujui dan yang tidak. Misalnya: saya tidak mau dipaksa memutuskan dalam hari yang sama. Membuat aturan main akan memampukan Anda paham kapan harus berkata YA dan kapan harus berkata TIDAK.
- Gunakan kata “SAYA”. Hindari kata-kata aman seperti “kita” yang membuat Anda tampak ramah serta mengakomodir, tetapi dilihat pihak lain sebagai praktek main aman. Sebagai contoh: “saya tidak ingin hal-hal tersebut dibahas dalam meeting” versus “kita tentunya tidak ingin hal-hal tersebut dibahas dalam meeting”
- Ganti cara olahraga Anda dengan olahraga yang lebih agresif. Bila Anda suka olahraga teamwork seperti futsal, sepakbola, basket – gantilah olahraga Anda. Bila Anda lebih individual atau followership – seperti treadmill, bersepeda, golf, aerobic – gantilah olahraga Anda. Mulailah olahraga-olahraga yang agresif – dimana ada yang menang dan kalah seperti badminton, tenis, bahkan muaythai.
Renungan leadership yang baik…
Rasa maklum adalah painkillers – boleh digunakan sesekali, tapi bila digunakan rutin hanya membuat Anda kecanduan dan hidup Anda didikte olehnya.
Anda memiliki lebih banyak potensi dari yang Anda pikirkan, dan Anda perlu ketegasan untuk bisa mengeluarkan itu dari diri Anda. Di masa-masa sukar seperti saat ini, rasa maklum akan membuat Anda frustrasi tentang jalan keluar yang perlu ditempuh: karena rasa maklum hanya fokus pada kemudahan, dan bukannya keharusan.
Kepemimpinan yang kuat, tujuan yang jelas dan mindset ketegasan akan memandu Anda menavigasikan bisnis di masa-masa sukar dan menuju sukses yang sejati.
Selamat stop maklum!
[callout]Judul Asli: Harap Maklum: Bagaimana Pemimpin yang Kuat Dibutuhkan di Masa-masa Sulit – karya Danny Wira Dharma (Maret 2020)[/callout]