Benarkah kesempatan tidak datang dua kali?

Kesempatan mengetuk bisnis Anda. Bagaimanakah Anda menilai sebuah kesempatan itu berkah atau masalah? Artikel ini membantu Anda menilai kesempatan tersebut.

Share artikel ini, klik:

Kesempatan mengetuk di depan pintu. Supplier yang menawarkan diskon “super besar” untuk pembelian banyak.

Customer yang berjanji mau ambil banyak kalau dapat tempo pembayaran ekstra panjang.

Kandidat staff yang sangat menjanjikan di saat Anda sudah jenuh mengatur tim yang tampak selalu bermasalah. Lokasi kantor yang tampak strategis yang Anda idam-idamkan selama ini.

Daftarnya bisa semakin panjang dan luas. 

Pertanyaannya: bagaimanakah Anda menilai bilamana sebuah kesempatan adalah berkah atau masalah di kemudian hari? 

Dan benarkah “kesempatan tidak datang dua kali?”

Yang perlu menjadi perhatian Anda sebagai business owners adalah timing. 

Sebagian besar kegagalan dalam berbisnis bukanlah karena idenya buruk, tapi karena:

  • wrong timing. Dilakukan di waktu yang keliru – terlalu prematur atau tertunda lama. Misalnya, membuka toko retail fashion di saat resesi ekonomi dan memboomingnya online shopping.
  • not doing the accounting. Menerapkan ide bisnis tanpa perhitungan (resiko) yang matang. Ini sering menyebabkan bisnis memiliki stok tapi tidak memiliki “bensin” untuk memasarkan stok tersebut.
  • boredom from success. Nah, ini menarik. Tidak jarang pebisnis sudah punya “mesin uang” yang terbukti namun lalu bosan dengan caranya. Akhirnya coba-coba cara lain tanpa mensistemasi “mesin uang” yang terdahulu.

Ketiga kegagalan di atas bisa menimpa siapa saja, namun lebih identik terjadi pada business owners yang masih bekerja lebih dari 40 jam per minggu.

Berikut adalah 4 mindset yang perlu Anda dan saya pertimbangkan saat pintu bisnis kita diketuk oleh kesempatan-kesempatan:

Pertama, do the accounting.

Kesempatan yang datang bisa jadi malapetaka bila pembukuan Anda tidak rutin tertata. Kebanyakan bisnis yang gagal mulai dengan modal yang terbatas, memakan “umpan bernama kesempatan”, meleset dari target dan masuk ke masalah cashflow. 

Kedua, miliki budget.

Saya berkesempatan menginterview beberapa pengusaha yang sukses mengembangkan bisnisnya lebih dari 20 tahun. Rata-rata mereka memiliki prinsip ratio budget vs pembelanjaan “kesempatan baru”. Sebagai contoh, seberapa menariknya proyeksi produk yang ditawarkan supplier, Mr. A akan melihat bila investasi pembeliannya lebih dari 1/6 cashflow lancarnya. Kalau ya, ia tidak akan “memakan” kesempatan diskon aduhai dan memilih mencoba membeli jumlah sedikit walau tanpa diskon super.

Ketiga, gunakan uang sewajarnya.

Menjadi “direktur”, “founder” atau “CEO” di perusahaan Anda tidak berarti Anda bijak untuk memiliki kantor keren seperti CEO di film-film Hollywood (atau Korean). Menyewa kantor mewah atau mengupgrade peralatan kantor dengan alasan “perlu untuk meyakinkan” customer itu akan membuat Anda menjerit di kemudian hari. Banyak bisnis yang profitable dan stabil adalah bisnis-bisnis yang berhasil menghindari nafsu untuk mempesona tamu, dan menggunakan cashflow untuk memastikan delivery yang lebih konsisten.

Keempat, hutang pada siapa pun memperbesar resiko kesalahan.

Kita tidak pernah tahu bilamana kesempatan yang datang pasti berdampak positif sesuai perencanaan. Banyak hal bisa terjadi termasuk force majeure, pasar yang lesu, produk baru yang muncul sehari setelah kita stok produk tertentu. Bila Anda membiayai pembelian sepenuhnya atau sebagian besar dengan hutang – baik pada bank atau supplier, Anda sedang memperbesar resiko kesalahan.

Leaders, kesempatan yang sedang mengetuk pintu Anda hari ini perlu dinilai dengan objektif. Masalahnya, respon kita pada kesempatan itu dipengaruhi 80% oleh emosi dan ambisi kita.

Seringkali emosi dan ambisi kita mengelabui kita untuk memakan umpan yang membuat kita menyesal di kemudian hari

Keempat prinsip dalam artikel ini kiranya bisa membantu Anda memilah kesempatan yang benar-benar gemilang dari kesempatan yang kelak membuat Anda meradang.

[shareable cite=”Dave Ramsey”]Lebih baik bertumbuh perlahan dan bertahap dibanding cepat terjebak dalam hutang[/shareable]

Share artikel ini, klik: