Mengatasi Kecanduan Pornografi di Dunia Kerja
Pertama kali saya menonton video porno adalah saat duduk di kelas 1 SMU bersama dengan teman-teman saya – Denny, Dody dan Christian – di rumah Denny yang kebetulan di dekat sekolah. Saat itu, kami dengan hormon testoteron yang sedang bergejolak di masa puber, seolah tidak bisa mengedipkan mata menatap adegan-adegan yang terpampang di layar komputer.
Ah, tapi, bukankah setiap kita juga mengalaminya? Bahkan kebanyakan orangtua masa kini bisa memaklumi keadaan di mana putra atau putri remaja mereka menonton film-film panas. “Asal tidak ketahuan langsung oleh saya” – mungkin itu alasan kita sebagai orangtua.
Pornografi, oleh karena itu, sering dianggap sekedar bumbu dalam perjalanan hidup kita sebagai manusia dengan kebutuhan biologis. Ia dibenci oleh mereka yang ingin tampil berintegritas, tetapi juga disukai oleh banyak orang di balik pintu tertutup.
Sebuah artikel di Financial Times (Darbyshire 2017) mengupas bilamana para eksekutif perusahaan bisa memaklumi tindakan melihat pornografi dalam jam kerja. Pertanyaan itu ternyata memicu banyak perdebatan, termasuk bahwa itu adalah tindakan yang lumrah selama tidak mengganggu pekerjaan, melecehkan pihak lain, atau pekerjaannya tidak berupa profesi yang dianggap memerlukan moral tinggi seperti organisasi pendidikan atau religius.
Yang mencengangkan adalah bahwa menurut penelitian Darbyshire, di Inggris 45% pelihat pornografi online mengunjungi website-website pornografi pada jam 9.00 sampai 18.00. Sementara itu, Amerika Serikat malah juara dengan 70% hit untuk website-website pornografi di jam kerja.
Bagaimana dengan Indonesia? Menurut Arist Merdeka Sirait, Komnas PA (November 2017), Indonesia berada di peringkat ketiga dunia terkait konsumsi pornografi walau tidak disebutkan berapa persen hit saat jam kerja.
Kecanduan pornografi: mengancam efektifitas kita dalam memimpin
Kecanduan pornografi adalah masalah yang serius dan menjadi ancaman nyata bagi keefektifan kita dalam memimpin dan mengelola bisnis. Berikut adalah beberapa alasannya.
Pertama, pornografi menyebabkan ketagihan.
Kecanduan pornografi, seperti kecanduan lainnya, akan terus berkembang menjadi kecanduan yang sukar terpuaskan. Dari kondisi cukup melihat secuplik video atau membaca sebuah cerita panas di jam makan siang, kecanduan pornografi dapat membuat seseorang terus memikirkannya.
Kedua, kecanduan pornografi juga terjadi pada wanita.
Organisasi Focus on the Family menemukan bahwa 33% pengunjung website porno adalah perempuan.
Ketiga, kecanduan pornografi mendorong pelecehan seksual di dunia kerja.
Kecanduan pornografi membuat seseorang tidak bisa menahan keinginannya untuk mewujudkan fantasi-fantasinya di dunia kerja. Dan itu termasuk pelecehan seksual – baik secara verbal maupun tindakan – kepada tim, rekan kerja, customer, atau orang lainnya. Menurut Dr William Struthers dari Wheaton College (New York Post, 2017), kisah-kisah yang digambarkan dalam film panas atau cerita panas membuat seseorang merasa “normal” untuk melecehkan, berselingkuh, bahkan memperkosa.
Keempat, menumpulkan daya pikir Anda.
Alasan keempat ini adalah penyebab saya ingin mengangkat topik pornografi ini. Bila Anda menonton Ted Talk dari Gary Wilson di Youtube.com – Anda bisa melihat bagaimana pornografi mempengaruhi cara kerja otak
Anda. Mengonsumsi pornografi melepaskan hormon dopamine, yang bila terlalu over, dapat mengacaukan mekanisme alamiah kita dalam berpikir, belajar, motivasi dan kepuasan.
[youtube id=”wSF82AwSDiU”]
Sam Black dalam bukunya The Porn Circuit: Understand Your Brain and Break Porn Habits in 90 Days mengatakan bahwa overdosis hormon dopamine membuat otak kita jadi korslet terhadap kendali kepuasan seksual. Pada akhirnya, fungsi otak menjadi rusak, dan seseorang menjadi sangat sensitif terhadap keinginannya akan pornografi. Kemampuan untuk mengendalikan dirinya menjadi lumpuh, apa yang penting bagi orang tersebut adalah melihat lebih banyak pornografi.
Mungkinkah saya kecanduan pornografi?
Saya tidak mencoba menghakimi Anda dan saya juga tidak perlu menghakimi Anda. Yang saya tahu adalah setiap kita bisa kecanduan, dan saat mengalaminya, kita tidak sadar bahwa kita kecanduan, sampai mulai terkena dampaknya dalam performance pekerjaan.
Yang saya tahu adalah bila kecanduan, Anda sebenarnya ingin merdeka darinya.
[shareable cite=”Sam Black”]overdosis hormon dopamine membuat otak kita jadi korslet terhadap kendali kepuasan seksual… Kemampuan untuk mengendalikan dirinya menjadi lumpuh, apa yang penting bagi orang tersebut adalah melihat lebih banyak pornografi.[/shareable]
Saat kecanduan, seseorang ingin mendapatkan pengalaman yang lebih nyata. Dan itu membuatnya jadi tidak fokus pada pekerjaan, mudah salah konsentrasi bila terkait lawan jenis dalam konteks pekerjaan, dan hidup dalam sebuah “bubble” yang mengisolasinya dari konteks pekerjaan yang nyata dan utama.
Bila Anda merasa sedang terikat pornografi, artikel ini ditulis untuk membantu Anda.
Tiga Cara Mengatasi Kecanduan Pornografi di Dunia Kerja
Langkah pertama adalah mengenali pencetusnya.
Dr. Peter Kleponis, seorang konselor yang banyak membantu para pria terbebas dari pornografi menjelaskan bahwa pencetus pornografi adalah: “seseorang, sebuah tempat, sebuah hal, sebuah perasaan, sebuah pengalaman yang bisa dengan mudah mengingatkan seseorang untuk melihat pornografi.”
Pencetus di sini bisa berupa pencetus berjenis seksual dan non-seksual.
Anda bisa mencoba untuk memahami pencetus Anda sendiri, bilamana:
Pencetus Berjenis Seksual:
- Iklan pop-up di laptop Anda,
- iklan televisi yang vulgar,
- katalog pakaian dalam,
- online game yang berbau porno.
Para pakar iklan dan pertelevisian tahu bahwa seks itu mudah menarik orang, jadi mereka menyajikan banyak konten yang terkait dengan daya tarik seks untuk menarik perhatian.
Pencetus Berjenis Non-Seksual:
Anda bisa tergoda untuk mengonsumsi pornografi saat Anda mengalami perasaan yang tidak nyaman. Dan pornografi dianggap sebagai alat untuk melepaskan tekanan perasaan yang tidak nyaman tersebut.
Dr. Peter Kleponis membantu kita dengan singkatan ‘BLAST’ untuk memahami pencetus nonseksual ini:
Langkah kedua adalah rencana taktis untuk menghindari pencetus tersebut
Buatlah rencana taktis untuk menghindari pencetus-pencetus
tersebut:
- meja dengan layar komputer menghadap jendela, sehingga orang lain bisa melihat apa yang sedang kita kerjakan di komputer.
- berikan akses pada istri dan anak, termasuk password ke email, media sosial, laptop dan smartphone.
- miliki hobi untuk melepaskan stres
Langkah ketiga adalah rencana untuk menghadapi pencetus bila gagal Anda hindari
Sayangnya, ada kalanya semua rencana Anda menghindar bisa jadi gagal juga. Ada pencetus yang diam-diam menyergap Anda dari belakang.
Apa rencana Anda untuk hal itu? Saya tidak punya jawaban pasti, karena kedalaman kecanduan tiap-tiap orang berbeda. Namun, satu hal yang pasti dan berhasil: ceritakan kecanduan Anda pada sebuah komunitas yang sehat, baik itu berupa komunitas religius, komunitas leadership, maupun seorang mentor.
Anda tidak sendirian
Leaders, Anda tidak sendirian. Bila Anda mengalami kecanduan pornografi dan mendapati artikel ini dalam email Anda, sosial media Anda, atau Majalah Managers’ Scope, anggaplah bahwa ini merupakan cara Tuhan membuka jalan keluar bagi Anda.
Rasa malu janganlah membuat Anda urung menghadapi ini. Saya percaya bahwa Anda bisa menang dan mengembalikan kembali performance kerja/bisnis Anda ke potensi yang sebenarnya.
Bila Anda mencoba saran-saran di atas dan tidak berhasil, jangan buru-buru patah semangat.
Teruslah mencoba.
Sekali lagi Anda tidak sendirian, dan kiranya Anda bisa tersenyum saat melihat seberapa jauh Anda telah bebas dari cengkraman pornografi.
Selamat mencoba, I believe in you.
Coach Danny
follow me @kawandanny (IG)