4 Langkah Mudah Menghancurkan Bisnis (dan Keluarga) Anda

Merekrut keluarga untuk bisnis bukanlah perkara yang mudah. Temukan 4 cara menghindari kerumitannya dari hasil interview Coach Danny dengan para pengusaha.

Share artikel ini, klik:

Survei mengatakan…

Survei PricewaterhouseCoopers (PWC) di tahun 2012 terhadap 2000 perusahaan keluarga di seluruh dunia membagikan empat penemuan penting:

  • Bisnis keluarga sedang sangat berkembang secara global. Di tahun 2012, 65% bisnis keluarga di seluruh dunia bertumbuh dalam penjualannya, khususnya bila dibandingkan dengan tahun 2010.
  • Karakter bisnis keluarga adalah lebih ambisius dan percaya diri tentang potensi mereka. Lebih dari 80% bisnis yang disurvei yakin akan memperoleh pertumbuhan yang agresif dalam lima tahun ke depan.
  • 3 tantangan yang dihadapi dari luar adalah: keadaan pasar (54%), kompetisi (27%) dan kebijakan dan peraturan pemerintah (27%).
  • Masalah terbesar yang dihadapi secara internal adalah: rekrutmen dan mempertahankan tim yang mahir. Dan saya berargumen, ini termasuk tim yang berasal dari keluarga.

Merekrut dan memberhentikan anggota keluarga dari bisnis Anda

Di lanjutan seri artikel bisnis keluarga kali ini, saya akan melanjutkan dengan pembahasan tentang hiring and firing (merekrut dan memberhentikan) karyawan yang juga merupakan anggota keluarga.

Saya tidak tahu dengan Anda, namun bagi saya, merekrut seorang sanak keluarga untuk bisnis sangat tidak mudah. Conflict of interest, dan subjektivitas akan sangat kental dalam rekrutmen anggota keluarga. Sementara, dua komponen tersebut sangat berlawanan dengan tujuan dari perekrutan dalam sebuah bisnis.

Saat Anda merekrut tim yang non-keluarga, paradigma yang Anda proses dalam interview biasanya, “apakah orang ini akan benar-benar bermanfaat bagi bisnis saya?”

Sangat berbeda saat Anda merekrut tim yang berasal dari keluarga, karena itu akan menjadi sangat personal; paradigmanya akan cenderung menitikberatkan kepada pandangan Anda mengenai manfaat merekrut orang ini terhadap keluarga, bukannya terhadap bisnis.

Interview beberapa klien yang memimpin bisnis keluarga

Untuk artikel ini, saya menyempatkan untuk menginterview beberapa klien saya yang menjalankan bisnis keluarga, dan ini yang saya tanyakan: “apa tips yang bisa Anda berikan bila mau merekrut anggota keluarga dalam bisnis Anda?

Dan saya akan menyajikan jawaban-jawaban para pebisnis tersebut dengan prinsip-prinsip rekrutmen yang relevan dalam judul 4 Langkah Mudah Menghancurkan Bisnis (dan Keluarga) Anda. Dikemas sebagai tips dengan nada sarkastik (saya minta izin berkesan menyindir di artikel ini), inilah…

Empat langkah mudah untuk menghancurkan bisnis (dan) keluarga Anda:

Langkah Pertama: abaikan faktor 3Cs dalam rekrutmen anggota keluarga. (kisah Ibu NL)

Apa itu 3Cs , Coach“? Konsep 3Cs itu adalah singkatan dari “Competence, Character, Chemistry”.

Dalam merekrut anggota team, tiga kerangka ini perlu kita perhatikan biasanya: apa orang ini memiliki kemahiran yang diperlukan (competence); memiliki sifat dan sikap kerja yang baik (character), dan cocok dengan saya serta tim yang lain (chemistry).

Dengan memperhatikan tiga “C” tersebut, Anda sedang bertujuan untuk membantu baik tim bisnis yang sekarang dan juga yang baru untuk bisa beradaptasi dengan cepat demi kemajuan bisnis.

Namun, karena ini berkaitan dengan merekrut keponakan, sepupu, paman, atau bahkan teman yang sudah lebih dekat daripada keluarga, sepertinya ini tidak perlu, bukan? Yang penting adalah dengan merekrut kerabat ini, ada anggota keluarga Anda yang memiliki chemistry baik dengannya akan senang.

Resiko bahwa dia ternyata tidak bisa bekerja, atau tidak berkinerja baik itu tidak masalah, bukan? Pasti ada tempat lain di dalam bisnis, di mana Anda bisa sisipkan atau ciptakan untuk kerabat ini bukan?

Salah seorang klien saya (NL) memiliki jawaban yang lugas dan tegas tentang ini:

dalam bisnis tidak boleh kompromi, Coach. Mau anak sendiri, mau anak teman baik, kalau tidak cocok kerjasama dengan yang lain, jangan direkrut”.

Dan itu yang memang dia lakukan, dari tiga putra yang dimilikinya, hanya seorang yang direkrut dalam bisnisnya.

Dua lainnya bekerja dengan orang lain atau berbisnis sendiri, baik karena latar belakang keahlian yang berbeda, maupun karena gaya bekerja yang tidak memenuhi standar. Bisnisnya saat ini berkembang pesat dan putra yang membantunya menjadi salah seorang pemimpin yang ‘earning his respect’ melalui kinerjanya.

Langkah Kedua: terus berbisnis di rumah, dan di acara-acara keluarga (kisah Ibu WD)

Karena Anda dan adik ada dalam bisnis yang sama, atau karena anak Anda yang memegang cabang Anda tinggal di belakang rumah, maka kenapa tidak berdiskusi tentang bisnis di mana dan kapan pun juga? Toh, ini untuk kepentingan bersama.

Atau karena Anda dan istri berbisnis bersama, tidak ada masalah untuk ‘meeting’ tentang supplier saat Anda sedang makan malam. Atau saat ulang tahun orang tua di meja bundar di restoran, adalah saat yang paling enak untuk ‘meeting’ tentang penjualan, bukan?

Lupakan saja bahwa kita perlu memiliki keseimbangan antara berbisnis dan berkeluarga. Lupakan saja bahwa dengan memiliki kehidupan di luar bisnis, justru membuat kita lebih sadar akan keadaan pasar dari sudut pandang orang luar. Atau bahwa dengan keseimbangan itu, kita jadi diingatkan akan tujuan kita berbisnis – termasuk tujuan kerabat itu dalam bekerja bersama kita.

Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang makan malam di rumah dengan tas kerja di ruangan lain, Coachnasehat dari Ibu WD, seorang pengusaha senior yang kelima anaknya membantunya dalam berbisnis.

Untuk Anda ketahui, anak-anaknya tinggal di kompleks rumah yang sama, di kanan, kiri, dan belakang rumah beliau; dan mereka selalu makan malam bersama. Beliau menasehatkan saya bahwa saat kita makan malam dengan fokus 100% kepada suami, anak, mantu dan cucu, akan membuatnya ingat mengapa dia berbisnis.

Dan itu membuatnya memiliki pengaruh positif terhadap anak-anak yang membantunya itu. Saya menyebutnya, ‘earning the power to speak by listening to your family members’.

Langkah Ketiga: abaikan penjelasan tentang komponen dan kebijakan gaji (kisah Bapak DY)

Karena Anda adalah seorang yang mengasihi keluarga, maka keluarga Anda berhak menerima yang terbaik, bukan? Dan ini termasuk dalam hal penggajian, terlepas apakah kerabat yang Anda rekrut ini memiliki kompentensi, network atau kinerja yang terbukti.

Tujuan Anda dalam merekrut utamanya adalah untuk mendukung keluarga, bukan? Atau, dengan Anda memberi gaji yang lebih dari rata-rata, Anda akan lebih memegang kendali atasnya, bukan? Yang penting lainnya adalah anggota tim dan manager Anda yang lain tidak tahu, atau tidak komplain tentang hal itu, bukan?

Tanpa diragukan, uang adalah komponen yang sensitif dalam bisnis keluarga: baik untuk si pemilik bisnis dan juga kerabat yang direkrut.

Dan saya berargumen, juga untuk kerabat yang tidak direkrut. Ya, bagaimana bila kerabat Anda yang lain merasa Anda tidak adil karena mereka tidak direkrut? Padahal mereka tahu bahwa Anda merekrut seorang ini dan pekerjaannya mudah dengan penghasilan yang besar.

Kita harus lebih cinta dengan tujuan bisnis dan istri serta anak sendiri, Coach. Daripada hanya lebih cinta dengan pendapat keluarga tentang kita” – itu adalah pendapat seorang klien saya (DY) yang menerapkan standar gaji bagi setiap kerabat yang mau masuk ke bisnisnya.

Sebagai perantauan yang memulai bisnis di Jakarta, dan kemudian sukses besar, DY yang mau membantu keluarga besarnya, mencoba untuk memasukkan hampir semua saudara kandungnya ke dalam bisnis. Namun, saat menemukan bahwa hal itu justru mengakibatkan kemunduran dan konflik, khususnya dalam segi gaji atau bagi hasil, dia membuat dan menerapkan sistem gaji dalam bisnisnya itu – tanpa terkecuali.

Singkat cerita, kerabat yang tidak berkinerja dikeluarkan dan diberikan kompensasi untuk melanjutkan kehidupan (baca: berdagang) sendiri. Dia mempertahankan semua kerabat dan non-kerabat yang berkinerja baik untuk kemajuan bisnisnya, sehingga setiap rupiah yang dia bayarkan tidak sia-sia.

Dia menjelaskan lagi, “kalau saya lebih peduli pendapat keluarga tentang kita, Coach, cabang saya tidak akan jadi belasan dan anak saya tidak akan bisa sekolah di luar negeri, dan kami semua termasuk kerabat-kerabat saya akan turun ke bawah lagi.”

Saya setuju dengan beliau: ingatlah siapa yang harus lebih kita cintai.

Langkah Keempat: abaikan aturan main yang jelas dan tertulis di awal. (kisah Bapak LL)

Karena Anda sudah kenal dengannya, atau misalnya orang tua/ istri Anda sudah mengenalnya, maka aturan main tidak benar-benar penting di sini.

Bukankah darah yang mengalir dalam keluarga itu sama? Jadi Anda pasti akan menemukannya memiliki motivasi dan komitmen kerja yang sama tinggi seperti diri Anda bukan? Lagipula, bila dibandingkan dengan non-keluarga, orang ini akan lebih setia pada Anda dan mendukung tujuan bisnis Anda (baca: nurut dengan Anda).

Klien saya (LL) memiliki argumen yang berbeda tentang hal ini. Dia telah mengalami kerugian bermilyar-milyar rupiah akibat tidak memiliki aturan main dengan iparnya.

Saat merekrut sang ipar untuk memegang sebuah cabang usahanya, di paradigmanya tujuan utama dari rekrutmen itu adalah untuk membantu keluarga sang ipar. Kondisi saat ini, sang ipar, dengan gaya berbisnisnya, membuat cabang usaha ini memiliki piutang macet yang bermilyar-milyar padahal utang barang kepada principal tetap harus dibayarkan.

Klien saya ini diperhadapkan dengan buah simalakama. Bila dia memecat sang ipar, keluarga sang ipar tidak memiliki penghasilan (belum lagi hubungan dengan istri dan keluarga pihak istrinya). Bila dia tidak memecatnya, kantor pusat bisnisnya pun akan terkena dampak dalam likuiditas, karena perlu membantu membayar hutang barang dari cabangnya ini.

Saat ini, klien saya telah melewati masa-masa sulit itu, dan dia memberikan saran ini: “selalu buat kesepakatan tertulis, Coach, termasuk dengan anggota keluarga. Termasuk apa saja yang akan membuatnya perlu mengundurkan diri atau dikeluarkan. Ini akan menyelamatkan perang syaraf yang tidak perlu di kemudian hari”.

Penutup

Saya menutup artikel ini dengan dua hal.

Pertama, saya meminta maaf karena mengambil pendekatan ‘sindiran’ berupa empat langkah menghancurkan bisnis (dan) keluarga Anda. Ah, tapi saya yakin Anda dapat melihat maksud tulus saya: bahwa empat hal di atas adalah hal kecil yang sering kita abaikan sebagai pengusaha, dan akhirnya membuat bisnis dan keluarga kita berantakan. 🙂

Kedua, saya mendorong Anda untuk mengambil langkah seperti para klien saya di atas, saat mereka merekrut dan mengelola talenta dari dalam keluarga sendiri dengan bijaksana – karena mereka mengingat untuk apa mereka berbisnis – untuk mendapat passive income, dan bukannya masalah dan konflik. Untuk mendapatkan sebuah bisnis yang komersial, menguntungkan, dan bisa berjalan tanpa Anda di dalamnya.

[shareable cite=”Oscar Muriu, Viral Leadership: Multiplying Impact Exponentially”]besarnya tuaian (profit, laba, omzet, efisiensi, sistem) yang Anda hasilkan tergantung dari orang-orang penuai yang Anda miliki (tim Anda, baik keluarga atau non-keluarga).[/shareable]

Dan perbedaan dari pemilik bisnis keluarga yang sukses atau tidak, seringkali tergantung dari kesediaan mereka dalam mengembangkan diri mereka.

Dalam kaitannya dengan rekrutmen kerabat, ucapan Brad Sugars, seorang Business Coach dari brand saya sebelumnya menegaskan prinsip dari Oscar Muriu tersebut:

[shareable cite=”Brad Sugars”]in recruitment, you only get the people you deserve[/shareable]

Dengan kata lain, Anda bisa merekrut kerabat yang tepat dan menghindari merekrut yang tidak tepat, bila Anda mengembangkan diri Anda dengan baik.

Selamat membangun bisnis Anda!

Ide-Bisnis.com

Share artikel ini, klik: