Tips manajemen stress untuk pengusaha
Umpatan “sontoloyo” yang diujarkan Presiden Joko Widodo (23/10) menuai kontroversi. Ada yang mendukung karena memang merasa cara main politikus kita sudah banyak yang keterlaluan; namun ada juga yang mengecam karena “sontoloyo” adalah umpatan yang kasar.
Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa Presiden Joko Widodo memilih kata umpatan dalam pidatonya? Selain alasan politik, kemungkinan yang perlu kita cermati adalah bahwa beliau tengah dalam kondisi stress.
Saat manusia, termasuk para pemimpin seperti Anda dan saya, mengalami stress, secara bahasa kita akan melakukan code-switching. Code-switching adalah saat kita kembali menggunakan bahasa ibu (mother tongue) – yang umumnya terjadi saat kita sedang dalam kegelisahan.
Stress adalah hal yang manusiawi
Dan stress adalah hal yang manusiawi. Stress menunjukkan adanya gap antara realita dan keadaan yang ingin Anda tuju.
Stress berkata bahwa Anda ingin memecahkan rekor penjualan tahun ini, sementara realitanya Anda baru mencapai 48% dari target. Stress berkata bahwa Anda ingin merilis produk baru, sementara realitanya Anda sedang kalang kabut menyelesaikan proyek terdahulu yang tidak kunjung rampung.
Stress adalah jarak antara kenyataan dan keinginan Anda yang sebenarnya. Dan sekali lagi, stress adalah hal yang manusiawi.
Yang tidak manusiawi adalah…
Dalam tips manajemen stress, yang tidak manusiawi adalah saat Anda merasa jalan keluarnya haruslah detik ini juga. Kejenuhan menghadapi masalah memang mendorong jiwa penyintas (survival) manusia untuk mendapatkan kelegaan secepatnya. Namun kelegaan semacam itu bagaikan minum paracetamol untuk sakit kepala yang rutin Anda alami.
Ada solusi lain yang perlu Anda pertimbangkan saat mengalami stress: putar arah dan berikan waktu untuk solusinya bekerja dengan baik. Itu seperti saat Anda tersesat dalam perjalanan, Anda tidak butuh solusi instan. Anda perlu arah yang benar dan waktu tempuh di arah yang benar itu, untuk keluar dari ketersesatan.
Yang tidak manusiawi adalah saat Anda merasa hanya menanggung masalah itu seorang diri. Tidak ada manusia yang perlu merasa kesepian, terutama kala mengalami stress. Dr John Maxwell, berkata dalam bukunya 21 Irrefutable Laws of Leadership, bahwa pemimpin yang kesepian adalah perihal kepribadian – bukan disebabkan oleh jabatan atau masalah yang tengah dihadapi.
[shareable cite=”Coach Danny”]Stress menunjukkan adanya gap antara realita dan keadaan yang ingin Anda tuju.[/shareable]
Yang tidak manusiawi adalah saat Anda merasa satu-satunya orang di muka bumi yang mengalami masalah tersebut. Pemimpin lain di belahan dunia lain, atau bahkan di lantai yang berbeda di gedung tempat Anda bekerja sekarang bisa jadi mengalami masalah yang serupa. Pemimpin lain di bertahun-tahun lalu dan tahun-tahun yang akan datang akan mengalami hal serupa pula dalam karirnya. Bukan hanya Anda sendiri yang mengalaminya.
Yang tidak manusiawi adalah saat Anda merasa tidak ada lagi harapan untuk berubah lebih baik – seolah Tuhan tidak lagi ada untuk menolong, atau Tuhan tidak lagi sanggup menolong Anda keluar dari stress tersebut. Dalam perusahaan kami, pesimisme dikategorikan sebagai sifat menghina Tuhan: menganggap Dia tidak bisa menolong.
Apa masalah sebenarnya?
Masalah sebenarnya saat stress melanda adalah ini: kualitas EGO Anda.
Ya! Kualitas EGO Anda menentukan
sikap Anda kala mengalami stress.
Anda pasti pernah mendengar kisah sebutir telur, sebuah wortel dan bubuk kopi yang sama-sama dijerang air panas. Telur menjadi keras, seumpama orang-orang yang menjadi keras dan tidak mau berubah. Wortel menjadi lembek, seumpama orang-orang yang galau dan menjadi drama queen/ king. Kopi menjadi minuman yang wangi dan nikmat, seumpama orang-orang yang justru keluar potensinya saat stress.
Tapi segala sesuatu itu ditentukan oleh kualitas EGO Anda.
[callout]Mari saya jelaskan. Sebagai informasi, materi ini diadaptasi dari buku kedua saya Business Detox: Panduan Membangun Bisnis Startup yang Berpengaruh yang akan dirilis Maret 2019 nanti. [/callout]
Dua jenis E.G.O.
Ada dua jenis EGO yang menentukan respon Anda kala stress.
EGO JENIS PERTAMA: DESTRUKTIF
Pride atau rasa sombong membuat Anda dan saya semakin terpuruk saat mengalami stress. Demikian juga dengan fear atau rasa takut. Kita membayangkan bahwa terlalu banyak hal yang perlu kita lakukan – termasuk hal-hal delusional: menutupi kegagalan dari orang-orang yang selama ini kita remehkan dengan pride kita.
EGO jenis pertama ini membuat seorang pemimpin yang saat normal tampak sopan, ramah dan bersahaja bisa menjadi kasar, arogan dan mengumpat saat stress. Dampaknya: ia justru menjauhkan orang-orang yang bisa menolong dari lingkarannya, dan rasa pesimisnya membuatnya tidak punya energi untuk bangkit.
Dalam kondisi akut, pemimpin dengan EGO jenis pertama ini bisa melakukan kompromi ekstrim – yang tidak pernah ia bayangkan akan lakukan. Kompromi ekstrim yang dimaksud adalah kompromi yang bertolak belakang dengan prinsip hidupnya, atau dengan kata lain melanggar nilai-nilai integritasnya.
EGO JENIS KEDUA: PRODUKTIF
Sebaliknya, mengapa ada pemimpin-pemimpin yang tetap tegar dan bisa melewati masa-masa turbulen dengan baik? Jawabannya ada pada EGO jenis kedua.
Ada komponen humility atau kerendahan hati, yang mendorongnya melihat sebuah setback atau kegagalan sebagai sebuah proses pembelajaran. Ada pula komponen confidence atau kepercayaan diri, yang membuat pemimpin dengan jenis EGO kedua ini berkata: “selama saya masih bernafas, masih ada potensi untuk mengubah keadaan!”
[shareable cite=”Coach Danny”]stress yang berlebihan umumnya disebabkan oleh ambisi “saya mau sekarang!” yang akhirnya membuat kita lupa mempersiapkan fondasi – dimana awal segala kerapuhan terjadi[/shareable]
Menerapkan E.G.O. Jenis Kedua saat Stress
1. Belajar mengendalikan diri.
Belajar mengendalikan diri adalah langkah pertama menerapkan E.G.O jenis kedua, atau yang bisa kita sebut sebagai productive EGO.
Mengapa? Ada dua alasannya:
- Tidak bisa mengendalikan diri adalah penyebab Anda dan saya berada dalam kondisi rapuh kala mengalami stress. Dorongan ingin buru-buru mendapat solusi, membuat kita malah tidak peka terhadap solusi yang ada. Ketenangan membuat kita sensitif terhadap jalan keluar.
- Belajar mengendalikan diri adalah berkata “tidak” pada keinginan impulsif kita sehingga kita bisa berkata “ya” pada keinginan-keinginan yang lebih bijak. Tidakkah kita bisa melihat bahwa stress yang berlebihan umumnya disebabkan oleh ambisi “saya mau sekarang!” yang akhirnya membuat kita lupa mempersiapkan fondasi – dimana awal segala kerapuhan terjadi.
2. Belajar lagi
Belajar lagi adalah langkah kedua yang menanti bagi Anda yang ingin menerapkan E.G.O jenis kedua.
Apa yang perlu kita pelajari lagi? Ada tiga hal yang saya rekomendasikan:
- INFORMASI: Hal-hal berupa informasi terbaru, sehingga Anda tahu keadaan pasar atau keadaan tim yang sebenarnya. Update informasi Anda sehingga siap kembali membangun sukses keluar dari stress.
- EDUKASI: Skill, cara kerja, atau prinsip-prinsip yang perlu Anda tinjau ulang. Misalnya: strategi marketing apa yang paling berdampak, dan perlu diperbanyak investasinya? Atau apakah ada pipeline penjualan yang terhambat, dan apa yang bisa dilakukan? Atau apakah ada skill baru yang perlu saya kuasai untuk keluar dari masalah ini? Jim Rohn berkata: “Don’t wish your life were easier, wish that you were better”
- MOTIVASI: Mengapa Anda perlu berubah? Apa dan siapa saja yang dipertaruhkan masa depannya dengan keputusan Anda? Apa dan siapa saja yang akan diuntungkan dengan pembelajaran Anda terkait masalah ini?
3. Buat Rencana Kerja
Buat rencana kerja, atau recovery plan (istilah saya) adalah langkah praktis ketiga dalam menerapkan productive EGO.
Coba buat rencana-rencana berikut:
- Apa (kompetensi, perspektif) yang perlu Anda kuasai dalam 90 hari ke depan?
- Siapa yang perlu Anda hubungi untuk membantu Anda dalam 90 hari ke depan? (bisa atasan Anda, kolega, customer, supplier, atau lainnya)
- Terkait blindspot Anda dengan pride atau fear, apa 6 hal yang biasa orang lain keluhkan tentang Anda – yang bisa Anda disiplikan dengan konsisten selama 6 minggu. Anda bisa terkejut dengan hasil disiplin Anda melemahkan EGO jenis 1 yang destruktif selama 6 minggu tersebut.
Penutup
Leaders, masalah akan selalu ada, stress akan melanda. Akan tetapi, Anda bisa memilih menggunakan stress justru untuk kebaikan Anda dengan kualitas EGO yang lebih baik. Hal ini terbukti dalam bisnis dan juga karir Anda dalam dunia korporasi.
Selamat membangun EGO yang tepat!
[callout]Artikel ini terbit di Managers’ Scope edisi November 2018.
Melatih tim inti Anda adalah langkah cerdas untuk mencegah stress yang berlebihan.
Saat manager Anda lebih terlatih, Anda memiliki orang-orang yang membantu lebih efektif.
Klik gambar di bawah ini untuk informasi lebih lanjut.[/callout]