Generasi milenial adalah Generation “E”
Edward senang sekali bisa dipercaya menjadi team leader untuk acara masak di sekolahnya. Remaja yang baru beranjak 15 tahun ini antusias dalam memimpin teman-temannya untuk kegiatan yang memang merupakan hobinya: memasak.
Ia sibuk mengatur teman-teman dalam kelompoknya untuk berbelanja bahan masakan, membawa perlengkapan masak, dan siapa yang melakukan apa saat acara tersebut.
Sayangnya antusiasme Edward tidak bertahan lama.
Saat ia meminta tolong papa-mamanya mengantar berbelanja bahan masakan, ia malah diomeli dan diceramahi: “memangnya kamu dapat apa jadi team leader?”
Papa mamanya menekankan bahwa bila Edward melakukan sesuatu, ia harus dapat sesuatu pula dari sekolah atau teman-temannya.
Jujur saya geram saat mendengar kisah tersebut dari seorang rekan yang tahu bagaimana Edward jadi terpukul dan apatis dengan kegiatan organisasi. Edward malu dan jadi menarik diri dari kegiatan itu dan mengurungkan minatnya menjadi seorang chef.
[shareable]memangnya kamu dapat apa jadi team leader?[/shareable]
Salah satu karakteristik dari Generasi Milenial adalah…
Tanpa disadari banyak Edward-Edward dewasa di sekeliling kita.
Yang hanya mau bekerja bila ada tangible benefit – upah dan keuntungan nyata.
Orang-orang dewasa, termasuk para karyawan, para manager, atau siapa pun itu yang lupa diri dan bisa jadi sedang merepotkan leadership Anda saat ini.
Saya menyebutnya GENERASI ENTITLED: orang-orang yang merasa berhak.
Dan Generasi Entitled ini tidak terbatas pada generasi milenials seperti Edward dan kawan-kawannya. Generasi Entitled bisa termasuk Anda dan saya, bisa termasuk karyawan-karyawan yang sedang bekerja untuk Anda, bisa termasuk anak boss Anda, dan tentunya bisa termasuk anak Anda sendiri.
Artikel ini mencoba memberikan langkah-langkah pencegahan dari turut membesarkan generasi Entitled tersebut – baik di kantor Anda dan termasuk juga di rumah Anda.
Tiga penyebab sifat merasa berhak pada Generasi Milenial adalah…
Saya memaparkan tiga penyebab yang membentuk lahirnya GENERASI ENTITLED ini.
Pertama, kritikan yang tidak adil.
Orang tua dan/atau pimpinan yang mengkritik dengan tidak adil akan menumbuhkan benih-benih perasaan “berhak”. Saat anak atau tim kita merasa tidak pernah dipandang melakukan apa yang benar, mereka akan menitikberatkan pada hal-hal yang hasilnya bisa terukur.
[shareable cite=”Norman Vincent Peale”]terlalu banyak orang rela hancur dengan pujian, daripada selamat dengan kritikan[/shareable]
Apresiasi atau prestasi yang intangible (yang bukan benda) tidak akan menarik. Dan Anda akan menemukan anak atau tim yang penuh hitung-hitungan saat diminta bantuan oleh Anda: “memangnya saya dapat apa kalau …”.
Kedua, pujian yang tidak realistis.
Norman Vincent Peale berkata: “terlalu banyak orang rela hancur dengan pujian, daripada selamat dengan kritikan”.
Hal yang sama terjadi pada anak atau tim yang terlalu sering atau bombastis Anda puji. Mereka akan haus (craving) akan pujian di area-area yang bisa jadi bukan merupakan hal-hal penting dalam pekerjaan mereka.
Familiaritas dengan area yang menjadi unggulan (baca: sering dipuji) membuat mereka jadi hitung-hitungan saat diminta belajar hal baru oleh Anda: “memangnya saya dapat apa kalau…”.
Ketiga, penekanan pada penampilan.
Saya menemukan bahwa seringkali orangtua atau pimpinan dari anak/tim yang merasa “berhak” adalah mereka yang berprinsip “fake it until you make it” – orang-orang yang berpura-pura punya walaupun itu mobil sewaan, macbook pinjaman atau pun karena utang.
Orangtua atau pimpinan dari orang-orang yang merasa “berhak” menjadi teladan negatif akan pentingnya penampilan dibandingkan karakter dan prestasi yang sebenarnya.
Cara mendidik Generasi Milenial…
Terus apa yang bisa saya lakukan untuk mencegahnya?
Terbentuknya Generasi Entitled ini bukanlah salah Anda dan saya semata.
Ada “mitra-mitra” lain yang membentuk Generasi Entitled ini seperti social media influencer, film dan pergaulan, yang kelak akan membuat Anda dan saya pusing saat berhadapan dengan mereka di dunia kerja.
Akan tetapi, setidaknya kita bisa melepaskan pengaruh negatif yang akan membentuk perasaan berhak tersebut, dengan tiga cara ini:
Pencegahan Pertama: “Benefit of Doubt”
Benefit of Doubt berarti Anda mau belajar memahami apa aspirasi dari anak atau tim Anda: apa yang menjadi motivasi mereka melakukan suatu hal. Misalnya dalam contoh Edward, alangkah baiknya bila papa dan mamanya mencoba memahami antusiasme Edward dipercaya memimpin sekelompok tim.
Bila Anda dan saya bisa memberikan “Benefit of Doubt” saat anak atau tim kita melakukan hal-hal yang “kurang bijak” menurut pandangan kita, maka mereka akan lebih efektif mencapai potensi mereka yang sebenarnya.
Andy Stanley mengatakan: “menunjukkan kesalahan seseorang tidaklah sama dengan memotivasinya melakukan apa yang benar”. Benefit of Doubt membuat kita paham apa yang menjadi motivasinya, dan mengarahkannya melakukan hal-hal dengan lebih efektif.
Jadi setiap kali Anda menemukan anak atau tim Anda melakukan sesuatu yang “kurang bijak” karena tampak rugi, ingatlah untuk memberikan “Benefit of Doubt”: pahami motivasi mereka.
Pencegahan Kedua: “Emphasize Process”
Tekankan bahwa sukses terjadi melalui proses.
Sukses dalam kehidupan itu mirip berinvestasi emas. Bila Anda berharap mendadak kaya raya dalam sehari, Anda entah mengharapkan terjadinya perang dunia yang menaikkan harga emas secara tajam atau Anda belum paham akan proses menjadi sukses.
[shareable cite=”Andy Stanley”]Menunjukkan kesalahan seseorang tidaklah sama dengan memotivasinya melakukan apa yang benar[/shareable]
Tekankan pada anak atau tim Anda untuk memahami:
-
- apa yang mereka belum tahu,
- apa yang mereka perlu tahu, dan
- apa yang paling efektif mereka lakukan?
Berikan apresiasi untuk baik untuk pembelajaran maupun perbaikan yang mereka lakukan.
Bila Anda melakukan ini dengan konsisten, anak atau tim Anda akan menemukan kepuasan bukan pada pujian atau popularitas. Mereka akan menemukan kepuasan karena menguasai konsep atau kemahiran baru.
Pencegahan Ketiga: “Money Skill”
Ajarkan money atau cashflow skill pada anak atau tim Anda.
Ajarkan mereka hidup dengan biaya kurang dari penghasilan.
Ajarkan mereka untuk menabung dan berinvestasi. Ajarkan mereka untuk memiliki anggaran.
Khususnya untuk anak Anda, bila mereka ingin memiliki gadget terkini sementara Anda masih pakai gadget yang biasa-biasa saja, ajarkan mereka untuk menabung dan bekerja ekstra dengan upah dari Anda.
Dan, “money skill” memang salah satu hal yang sudah jarang sekali dilakukan oleh orangtua apalagi pimpinan pada tim mereka. Tapi bantu dengar saya, Anda adalah orangtua dan pimpinan yang berbeda. Anda memiliki potensi mencegah tumbuhnya Generasi Entitled yang akan merepotkan di masa depan.
Mari jadi agen perubahan masa depan bagi generasi milenial…
Apakah Anda pernah berhadapan dengan orang-orang seperti papa atau mamanya Edward? Bila ya, apa perasaan Anda saat berinteraksi dengan mereka?
Pertanyaan yang tidak kalah penting: apakah Anda ingin bertemu dengan lebih banyak orang seperti papa mamanya Edward? Bila tidak, Anda mungkin perlu mempertimbangkan menjadi agen perubahan yang mencegah banyaknya Generasi Entitled hidup di sekitar kita.
Selamat menumbuhkan generasi yang bermindset sehat!
[callout]Judul Asli: The Making of Generation “E” – karya Danny Wira Dharma (Sep 2019)[/callout]