Apa yang perlu Anda lakukan bila salah prioritas

Bila bukan karena putri tunggal saya, Felicia, mungkin saya masih mengatur waktu saya berdasarkan hal-hal yang mendesak dan harapan orang lain.

Share artikel ini, klik:

Bila bukan karena putri tunggal saya, Felicia, mungkin saya masih mengatur waktu saya berdasarkan hal-hal yang mendesak dan harapan orang lain.

Saya juga punya masalah prioritas…

Saat saya memulai firma saya sendiri dalam pelatihan bisnis, saya bertekad untuk memberikan lebih dari sekedar 2-3 jam konsultasi dari setiap sesi coaching dengan para klien. Maksudnya adalah para klien juga mendapatkan accountability call dan bisa bertanya hampir kapan pun melalui whatsapp.

[callout]Accountability Call adalah dimana saya menelepon klien untuk menanyakan (baca: meminta pertanggungjawaban) perkembangan strategi bisnis yang kami ulik dalam sesi coaching.[/callout]

Tujuan saya sebenarnya baik, namun tanpa disangka dengan jumlah klien yang semakin bertambah, saya jadi kesulitan membagi waktu dengan keluarga.

Papi, malam ini kita batal lagi ya?

Bila belajar soal aljabar, putri saya suka bertanya kepada saya. Alasan pertama karena istri saya lebih cakap memasak daripada mengajar, jadi saya yang kebagian tanggung jawab di sini (semoga saya tidak dapat masalah menulis kalimat ini ya – joke :)). Alasan kedua karena saya memang suka dengan problem solving ala aljabar.

Namun, saya lebih banyak menunda mengajar putri saya dengan alasan yang baik sebenarnya. Mungkin Anda pun pernah menggunakan alasan yang sama dengan saya: “ada meeting dadakan, ada klien mau bertemu, ada proposal yang harus diselesaikan”. Saya suka menghibur diri dan keluarga saya dengan alasan klise: “ini kan untuk masa depan kita bersama”.

Sampai di sore itu, saya menerima whatsapp dari putri saya yang mendapat kabar dari ibunya bahwa saya akan pulang terlambat. Pesannya singkat:

[shareable cite=”Felicia”]Papi, malam ini kita batal lagi ya?[/shareable]

Malam ini… batal… lagi?

Perspektif yang berubah

Dengan kalimat pendek itu, cara pandang saya tentang jadwal dan kesibukan berubah. Saya merasakan adanya keheningan di sekeliling saya dan bisa mendengar diri saya bertanya pada nurani saya: “mengapa sebenarnya saya membatalkan mengajar anak saya lagi malam ini?”

Jawabannya mudah: ya, karena klien ini perlu bantuan, sama seperti minggu lalu atau minggu-minggu sebelumnya.

Lalu, saya seolah dibukakan mata dengan pertanyaan berikut yang muncul di benak saya: “Bagaimana bila waktumu juga meliputi tanggung jawab non-bisnis? Bukankah kamu sering berkata pada klienmu: istrimu tidak selalu muda dan anakmu tidak selalu kecil agar mereka meluangkan waktu dengan keluarga?”

Saya sangat menyesal membatalkan janji saya dengan putri saya malam itu. Namun pertanyaan singkat anak saya kepada ayahnya “Papi, malam ini kita batal lagi ya?” adalah pertanyaan terbaik yang memberikan saya kejelasan tentang apa yang perlu saya lakukan.

Anda ingin jadi siapa di tahun depan?

Tentunya Anda tidak bisa berubah dalam sekejap. Saya membutuhkan berbulan-bulan untuk berani berkata tidak pada klien atau proyek yang mendadak, dan memprioritaskan keluarga.

Time freedom dan prioritas yang sehat tidak dapat diraih tanpa memiliki kejelasan tentang tujuan kita. Untuk menciptakan manajemen waktu yang jujur menggambarkan tujuan Anda yang terpenting, Anda perlu mulai dengan pertanyaan yang benar.

Pertanyaan keliru yang selama ini membuat saya sibuk tanpa arah adalah: “Apa yang mau saya selesaikan dalam bulan ini?” Saat ini saya belajar menggunakan pertanyaan yang benar: “saya mau jadi siapa di bulan depan?”

Saat kita dapat menjawab pertanyaan itu, maka jadwal dan prioritas akan membantu kita meraih tujuan kita, baik terkait bisnis dan non-bisnis.

Kembali ke kisah dengan putri saya, pertanyaan “saya mau jadi siapa di tahun depan?” saya jawab dengan hal berikut:

[shareable]Saya ingin jadi ayah yang saya tidak pernah dapatkan di masa kecil. Saya komit untuk berada di rumah untuk makan malam dan belajar bersama anak saya tiga hari dalam seminggu. [/shareable]

Tapi Coach, bagaimana dengan klien dan ‘customer service’?

Kita sebagai leader tidak bisa hanya berpikir inside the box. Kita bukan hanya perlu berpikir outside the box, namun kadang-kadang kita perlu mengubah box-nya.

Bila Anda seperti saya sebelumnya, Anda mungkin kuatir tidak memberikan waktu yang cukup pada customer berarti Anda kurang melayani mereka. Hal itu bisa saja benar, tapi tidak senantiasa benar adanya.

Saya menggunakan empat prinsip ini dari Dr John C Maxwell dalam membantu saya mengatur ulang prioritas saya:

  1. Prinsip Pareto – fokuskan perhatian Anda pada aktifitas yang tingkat kepentingannya di Top 20%, maka Anda akan memperoleh 80% upaya Anda kembali. [callout]Sebagai contoh, bila Anda memiliki 10 karyawan, Anda perlu memberikan perhatian pada dua karyawan terbaik Anda dan mereka akan menghasilkan 80% dari kinerja yang Anda perlukan dari seluruh tim. Atau bila Anda memiliki 100 customer, Top 20 customer Anda akan memberikan 80% omzet Anda bila Anda memberikan fokus perhatian pada mereka.[/callout]
  2. Apa yang diperlukan? Apa yang saya perlu lakukan dimana tidak ada orang lain, atau cara lain, yang bisa melakukannya selain saya? [callout]Kita perlu inovatif dalam melayani customer. Sebagai contoh, selain waktu eksklusif untuk berkonsultasi, para klien kami mendapatkan akses untuk training leadership free setiap bulannya, newsletter berisi strategi bisnis, dan juga website ini. Oleh sebab itu, ada kalanya customer tidak perlu mendapat waktu lebih, namun edukasi bagaimana menggunakan resources lain yang tersedia. Dalam kisah saya dengan putri saya, klien yang suka mendadak minta waktu bertemu after office ternyata tidak pernah mau ikut leadership training dan tidak pernah membaca newsletter yang kami kirimkan – yang sebenarnya berisi hal-hal yang ia tanyakan saat meminta waktu mendadak.[/callout]
  3. Apa yang memberikan hasil terbesar? Sebagai seorang pemimpin, Anda perlu meluangkan waktu di area kekuatan Anda, bukan di zona nyaman Anda. Prinsip yang saya pelajari dari John Maxwell sangat praktis: [shareable cite=”John Maxwell”]Bila apa yang saya lakukan bisa dilakukan oleh orang lain, walau hanya 80% baiknya dibanding saya yang lakukan, maka delegasikanlah.[/shareable]
  4. Apa yang memberikan kepuasan terbesar? Hidup terlalu singkat untuk tidak melakukan apa yang Anda sukai. Dan bila hidup Anda hanya sekedar melakukan hal-hal yang Anda “merasa terpaksa” melakukannya karena merasa tim Anda tidak becus mengerjakannya, bisa jadi Anda perlu memprioritaskan membangun tim Anda daripada mengambil alih pekerjaan mereka.

Empat prinsip di atas akan membantu Anda mengatur ulang prioritas Anda dengan kejelasan. Dalam kisah saya, saya menyadari bahwa dahulu saya tidak berani berkata tidak pada hal-hal yang datang mendadak karena saya tidak pernah mengevaluasi empat prinsip di atas.

Saya percaya Anda akan bisa menjadi siapa yang Anda inginkan dengan menerapkan prinsip dalam artikel ini, dan semoga kisah saya menyemangati Anda untuk melakukan apa yang benar-benar penting dalam kehidupan ini.

[shareable]This life is a gift. Do what matters.[/shareable]

Selamat berbisnis!

Ide-Bisnis.com

Share artikel ini, klik: