Damai Natal Di Hati – Renungan Natal untuk Eksekutif

Artikel ini memaparkan lima tahapan dari hidup yang menyebalkan sampai kedamaian di hati.

Share artikel ini, klik:

Damai natal di hati. Di bulan natal bagi Anda yang beragama Kristen atau Katolik, hati yang damai adalah hadiah natal yang diidamkan.

Akan tetapi, bagi semua orang, termasuk para pemimpin, kedamaian adalah kondisi yang semakin langka di dunia modern ini. Kecemasan akan masa depan, dan kebingungan bagaimana harus bersikap di suasana yang demikian cepat berubah, menjadi sesuatu yang sering terjadi.

Tanpa perlu terlalu rumit mengkhawatirkan perubahan cuaca ekstrem, perang di Ukraina atau ancaman pandemi lain setelah Covid-19, sudah terlalu banyak hal yang bisa kita kuatirkan dalam diri dan karir kita masing-masing.

damai natal di hati

Saat ini, terlepas apa pun suasana hati Anda, saya mengundang Anda untuk berpikir bersama tentang pentingnya kita sebagai pemimpin untuk menjadi damai – damai dengan diri sendiri, dan menjadi penyiar kedamaian dalam organisasi kita bersama. Pemimpin yang berdamai dengan dirinya dan bisa membawa kedamaian adalah karakter yang dibutuhkan dunia lebih dari sebelumnya.

Namun dimanakah Anda bisa mendapatkan kedamaian tersebut? Apalagi damai adalah sesuatu yang tidak bisa kita palsukan. Senyum bisa Anda palsukan, tangisan penyesalan bisa saya palsukan, namun damai adalah sesuatu yang bisa dirasakan keberadaannya oleh Anda dan orang-orang yang mengenal Anda.

Buku Tribal Leadership karangan Dave Logan, John King dan Halee Fischer-Wright adalah buku yang bisa membantu Anda dan saya berdamai dengan diri kita masing-masing sebagai seorang leader.

Izinkan saya menceritakan bagaimana buku ini membantu saya menjadi leader yang lebih berdamai dengan diri saya sendiri (still work in progress loh 🙂

Begini kisahnya:

tahapan pertama - life is suck - tribal leadership

Kisah saya mengawali dan menjalani karir sebagai profesional di perusahaan internasional adalah contoh yang jujur tentang bagaimana tidak berdamai dengan diri sendiri akan menghambat karir dan menghambat pertumbuhan perusahaan dengan masalah-masalah yang tidak perlu.

Saya memulai karir saya dengan keinginan untuk membuktikan diri pada orang-orang yang menyepelekan saya – baik di keluarga maupun lingkungan pergaulan.

Tahapan ini adalah tahapan yang disebut buku Tribal Leadership sebagai “stage one – life sucks” atau hidup itu menyebalkan.

Saya merasa bahwa orang-orang tidak menghargai saya kecuali saya bisa memanipulasi pengakuan mereka dengan keberhasilan. Rasa damai hampir tidak ada selama saya menjalani karir di tahapan ini.

Catatan: bila Anda merasa artikel ini mulai menyinggung Anda dan Anda merasa tidak perlu ‘percaya bahwa hidup itu menyebalkan’ karena Anda merasa hidup itu sudah tidak adil pada Anda, saya undang Anda terus membaca. Apa pun kesulitan yang Anda hadapi dalam hidup dan karir karena hidup yang tidak adil, Anda punya harapan yang lebih baik di tahapan berikutnya. Saya buktinya. Mari terus membaca.


tahapan kedua - apathetic victim - tribal leadership

Dalam menjalani karir, saya menemukan diri saya cukup berprestasi dan mendapatkan beberapa kali promosi yang lebih cepat dari karyawan lainnya.

Namun saya menemukan diri saya berada di lingkungan rekan-rekan professional yang memiliki banyak hal yang tidak saya miliki. Mungkin ini karena promosi yang terlalu prematur sehingga saya berada di kelompok manager-manager yang sudah kawakan, dengan skill, knowledge dan politics yang super canggih.

Di tahapan ini, saya merasakan bahwa ‘hidup saya menyedihkan’ karena yang menyita fokus saya adalah hal-hal yang belum saya miliki atau kuasai. Saya tidak menemukan perasaan damai, yang ada adalah ambisi untuk menjadi lebih baik dari orang lain.

Catatan: salah satu tanda nyata bilamana Anda berada di tahapan ini adalah saat Anda banyak mengeluh tentang keadaan Anda dan hanya mau berkumpul dengan orang-orang yang mengeluhkan hal yang sama. Saya kembali mengundang Anda untuk terus membaca dan menemukan diri Anda di tahapan yang keren berikutnya.


tahapan ketiga - lone warrior - tribal leadership

Ambisi saya di tahapan kedua tersebut membuat saya lebih rajin dari professional yang lain dan ‘rajin’ mengejar jabatan. Dan itu membuat saya beranjak ke tahapan ketiga.

Saya akan menjadi orang pertama yang berinisiatif (menawarkan) membantu boss besar dengan tugas-tugas baru dan berani meminta tanggung jawab yang lebih besar (baca: promosi). Saya berhasil mendapatkan jabatan-jabatan strategis di usia yang sangat muda, namun saya tidak merasakan damai.

Saya malahan merasa apa yang orang lain sebut sebagai ‘arogansi’ – dimana saya merasa diri saya ‘hebat’ dan orang lain tidak. Saya menjadi terlalu kritis dan menemukan diri saya menggunakan bahasa yang meremehkan kolega saya seperti “kalau mereka tidak malas, pasti bisa berhasil

Catatan: Salah satu tanda bilamana Anda dan saya berada di tahapan ketiga ini adalah bila kita sering mengeluhkan masalah tidak cukupnya waktu.Mindset yang berkata “tidak ada orang yang bisa kerja sebaik saya” cukup sering diutarakan – walau tidak secara eksplisit. Bila Anda atau saya berkepribadian ekstrovert, kita umumnya menggunakan humor untuk menunjukkan dominasi terhadap pihak yang kita jadikan bahan guyonan.


tahapan keempat - tribal pride - tribal leadership

Pemahaman bahwa “influence” (baca: leadership) lebih efektif daripada “power” (baca: jabatan) dalam menggerakkan orang lain akhirnya membantu saya naik ke tahapan empat ini.

Di tahap ini, saya mulai bisa mementor beberapa tim di bawah saya dengan semangat yang tulus menolong dan bekerja sama. Saya menemukan sebagian damai saat berada di tahapan ini, khususnya saat bekerja bersama dengan tim saya sendiri. Saya merasa mereka menjadi keluarga kedua saya.

Akan tetapi, konteksnya berubah 180 derajat saat saya berada di tingkatan organisasi lain yang lebih tinggi.

Saat saya mengikuti rapat antar divisi, misalnya, saya merasa bahwa divisi saya jauh lebih baik daripada divisi orang lain. Saya merasa bahwa divisi saya lebih banyak berkontribusi pada perusahaan daripada divisi lain.

Dan kondisi ini menyebabkan lenyapnya sinergi antar divisi. Saya pun hanya merasakan damai bila berada di ‘kandang sendiri’.

Catatan: Tanda-tanda Anda dan saya berada di level ini adalah bila kita memiliki mindset “tim kami bagus, sementara tim dia buruk” (walau Anda di perusahaan/grup yang sama). Bila Anda merasa tim Anda lebih berjasa pada perusahaan/grup dibanding tim lain, Anda tengah berada di level 4 ini.

Tahapan ini tentunya jauh lebih baik daripada tiga tahapan sebelumnya; akan tetapi sangat berpeluang menyebabkan Anda dan tim tanpa sadar “menyabotase” kesuksesan organisasi secara holistik.

Mengapa menyabotase? Hilangnya sinergi dalam sebuah grup akan menimbulkan konflik yang tidak perlu dan menghambat (dan memperlambat) growth. Growth yang lamban lalu memberi kesempatan pada kompetitor untuk mengalahkan kita di pasar.

Sedikit intermezzo, tahapan ini pun yang saya pikir tengah terjadi di politik DKI Jakarta di 2017 silam.

Pendukung Basuki-Djarot dan pendukung Anies-Sandiaga sama-sama membuat gaduh masyarakat dengan karakteristik tahapan keempat:

  • merasa lebih baik dari pihak lain,
  • menjelekkan pihak lain agar tampak baik sendiri,
  • meremehkan dan menyindir pihak lain secara bergerombol, dan akhirnya
  • kondisi “kelompok saya vs kelompok kamu.

Saya bahkan kehilangan beberapa teman baik yang fanatik mau menarik saya ke pandangan politiknya saat Pilkada DKI tersebut, karena saya memilih netral.

Kondisi tahap keempat ini ini akan membuka peluang bagi kompetitor untuk mengambil keuntungan di tengah konflik internal yang ada.

Terima kasih Anda masih membaca sampai di tahap ini.


tahapan kelima - innocent wonderment - tribal leadership

Tahap kelima adalah tahap yang saya sebut sebagai “berdamai dengan diri dan pembawa damai” atau yang disebut sebagai Innocent Wonderment dalam buku Tribal Leadership.

Dalam tahapan ini, kita menyadari bahwa hidup itu indah dan keindahannya ada pada keberagaman yang bekerjasama untuk kepentingan yang lebih luas. Saya tidak sesumbar sudah berada di level ini, namun beberapa karakter leader yang sudah mencapai tingkatan ini adalah:

  • Tidak sungkan mengakui prestasi orang lain, baik itu pimpinannya, sesama middle leaders, timnya dan tim lain.
  •  Tidak memandang pihak lain sebagai kompetitor, tetapi sebagai pelengkap. Mindsetnya adalah bagaimana membantu customer, sehingga tidak perlu fanatik harus dikerjakan hanya oleh diri atau timnya.
  • Berbicara banyak tentang potensi dan bagaimana membuat perbedaan, bukan sekedar mau mengalahkan kompetitor.

Di tahapan mana pun Anda berada saat ini, peace can be present in your heart.

Damai Natal di Hati

Damai dapat berada dalam hati dan kehidupan Anda

  1. Mari mulai dengan mengucap syukur – Saya menemukan bahwa mengucap syukur untuk apa yang telah saya raih ternyata membantu saya menenangkan hati dari kecemasan dan membuat ruangan bagi damai sejahtera.
  2. Hidup di tahapan Anda saat ini dengan 100%. Saat kita kuatir akan masa depan, atau saat kita tidak betah menunggu di sebuah tahapan, kita mencoba melompat hidup ke masa depan. Masalahnya mindset seperti itu hanya menyebabkan kekuatiran yang mirip dengan kursi goyang – hanya memberikan Anda kerjaan, namun tidak membuat Anda bergerak maju.
  3. Bila Anda percaya akan Tuhan, maka berdoalah. Saya pernah melalui hari-hari dimana doa saya hanyalah “jadilah kekuatan saya hari ini, Tuhan” dan Dia menolong saya melewati hari demi hari sampai detik ini.
  4. Akui bahwa Anda perlu bantuan orang lain. Saat saya berada di tahapan kedua dan ketiga, saya merasa diri saya sebagai pribadi yang “super”. Saya merasa bisa melakukannya semua seorang diri. Itu membuat saya frustrasi di masa-masa tertentu. Saya mendapatkan kelegaan saat saya mencari bantuan orang lain mementor diri saya. Izinkan saya memberitahu ini pada Anda: hidup itu indah – dan semua masalah bisa dihadapi – bila Anda tidak perlu menghadapinya sendirian.

Leaders, saya percaya bahwa Anda akan tiba di tahapan lima. Bagi Anda yang telah berada di tahapan lima atau empat, mari bantu pemimpin lain di grup Anda untuk menjadi pemimpin yang damai dengan diri sendiri dan menjadi pembawa damai.

Happy holiday and Have a Great New Year!

Diupdate dari Desember 2018

Connect dengan Coach Danny di Linkedin

Artikel asli berjudul Peace in Every Corner

 

Share artikel ini, klik: