Seberapa Sehat Hutang Bisnis Anda?

Seberapa sehatkah hutang bisnis Anda? Pertanyaan itu perlu ditanyakan oleh para pengusaha yang mengandalkan pembiayaan baik dari bank atau pihak lain untuk pengembangan bisnisnya. Artikel ini membantu Anda menemukan indikator untuk menghitungnya.

Share artikel ini, klik:

Seberapa sehatkah hutang bisnis saya?” Pertanyaan itu perlu ditanyakan oleh para pengusaha yang mengandalkan pembiayaan baik dari bank atau pihak lain untuk pengembangan bisnisnya.

Terkait hutang dalam bisnis, memang ada dua prinsip yang berbeda. Prinsip pertama yakin bahwa untuk bisa bertumbuh, sebuah perusahaan perlu berhutang – daripada kehilangan kesempatan atau momentum dalam bisnis mereka. Prinsip kedua mencoba menghindari hutang sebisa mungkin, sangat berhati-hati karena hutang bagi mereka adalah resiko.

Apa pun prinsip yang Anda anut, Ide-Bisnis.com berharap bahwa Anda bisa memiliki indikator yang menunjukkan bilamana hutang bisnis Anda dalam kondisi sehat dan terkendali.

Current Ratio atau Rasio Likuiditas

Saat sebuah perusahaan tidak mampu memenuhi kewajiban keuangan mereka, misalnya:

  • tidak bisa membayar biaya tagihan operasional (listrik, sewa kantor, dan sebagainya)
  • tidak bisa membayar tagihan supplier
  • tidak bisa membayar cicilan bank

maka perusahaan itu disebut tidak likuid. Kondisi sulit tersebut bisa berakhir dengan kepailitan, bahkan kebangkrutan.

Untuk mencegah kondisi kesehatan hutang, pengusaha-pengusaha yang bijak memperhatikan dengan seksama ratio likuiditas atau current ratio keuangan mereka.

Istilah likuiditas yang digunakan di sini merujuk pada kondisi di mana aset atau aktiva perusahaan bisa dengan segera diubah menjadi cashflow guna membayar kewajiban keuangannya.

Bagaimana Cara Menghitung Current Ratio?

Bila Anda memiliki laporan neraca, menghitung Current Ratio atau Ratio Likuditas tidak terlalu rumit untuk dilakukan:

ratio likuiditas

Sebagai contoh

Neraca perusahaan SSX di bulan Jan 2017, Feb 2017 dan Mar 2017 menunjukkan total aset lancar sebagai berikut:

  • Januari 2017 – Aset Lancar: Rp 528,000,000
  • Februari 2017 – Aset Lancar: Rp 585,00,000
  • Maret 2017 – Aset Lancar: Rp 647,000,000

Sementara itu, dalam neraca yang sama, total hutang lancar pada kolom Passiva adalah sebagai berikut:

  • Januari 2017: Rp 450,000,000
  • Februari 2017: Rp 575,000,000
  • Maret 2017: Rp 632,000,000

Maka, Current Ratio atau Ratio Likuiditas dari perusahaan SSX adalah sebagai berikut:

  • Januari 2017: 1.17
  • Februari 2017: 1.02
  • Maret 2017: 1.02

Artinya, Perusahaan SSX itu…

  • Memiliki Rp 1.17 untuk setiap Rp 1.00 hutangnya di bulan Januari 2017,
  • memiliki Rp 1.02 untuk setiap Rp 1.00 hutangnya di bulan Januari 2017, dan
  • memiliki Rp 1.02 untuk setiap Rp 1.00 hutangnya di bulan Januari 2017

Apa artinya Current Ratio dari contoh di atas?

Ratio Likuiditas atau Current Ratio memiliki penekanan berbeda dari industri yang berbeda-beda.

Sebagai contoh, bila bisnis Anda adalah consumer goods dengan kondisi cashflow masuk yang terus menerus – maka Ratio Likuiditas yang “nge-pas” sedemikian masih bisa dikatakan sehat.  Akan tetapi bila bisnis Anda memiliki waktu produksi dan siklus penjualan yang panjang, Ratio Likuiditas yang lebih besar perlu menjadi goal Anda.

Apa standar yang harus saya targetkan untuk Current Ratio?

Milikilah Current Ratio atau Ratio Likuiditas yang lebih besar dari tahun lalu. Bilamana mungkin, targetkanlah memiliki Current Ratio minimum di level 1.5. Semakin besar Current Ratio Anda, semakin peace of mind yang Anda miliki untuk memikirkan pengembangan dan inovasi bisnis Anda.

Baca juga:

Talk-It Over

  • Bila perusahaan Anda memiliki Ratio Likuiditas di bawah 1.00, tiga strategi apa yang terpikir untuk meningkatkan cashflow masuk yang sehat?
  • Menurut pendapat atau pengalaman Anda, bagaimana cara mengukur dampak kewajiban keuangan bisnis (baca: hutang) terhadap modal Anda sebagai pemegang saham?

Sedang butuh ide untuk bisnis Anda? Baca saja Ide-Bisnis.com

Share artikel ini, klik: