Teknik Manajemen Stres

Ada kalanya Anda sudah tahu apa yang perlu dilakukan untuk sebuah masalah, tapi Anda seolah terkekang dan tidak bisa melakukan apa-apa. Di saat-saat itulah, Anda membutuhkan teknik manajemen stres. Baca tiga teknik praktisnya dalam artikel ini.

Share artikel ini, klik:

Apakah Anda pernah seperti Laras? Laras, seorang Sales Manager sebuah perusahaan jasa, sedang galau. Ia tahu apa yang harus ia lakukan untuk menyelamatkan kinerja timnya, tapi Direktur Utama menghalanginya bertindak.

Di tengah break sebuah leadership training yang saya berikan, Laras menghampiri saya dan menceritakan masalahnya. Singkatnya, kinerja penjualan timnya tengah bermasalah dan menurutnya salah seorang team member menjadi biang keroknya. Ia mengeluh bagaimana staffnya tersebut meracuni attitude para team member lainnya, dan menyebabkan banyak customer mengeluh dengan layanan mereka.

Menariknya, Laras mengatakan bahwa hal itu terjadi saat team member tersebut, Ibu X, dimutasi ke timnya. Konon Ibu X sudah beberapa kali dimutasi karena membuat masalah di tim penjualan lain di group perusahaan yang besar itu. Akan tetapi, saat mau diberikan tindakan lebih lanjut, misalnya Surat Peringatan, Direktur Utama menghalang-halangi dan meminta Laras tidak terlalu keras dengan Ibu X.

Masalahnya tentu tidak sederhana itu.

There’s always more to the story – misalnya, kualitas leadership Laras, personality types, dan latar belakang masalahnya.

Akan tetapi, setiap kita bisa jadi mengalami hal-hal seperti Laras: saat kita terbelenggu dengan kebijakan big boss padahal kita sudah 100% yakin dengan solusi yang kita miliki.

Kita menjadi galau dan gamang, mengetahui faktor penerobos yang sudah dalam jangkauan, tetapi tidak boleh kita lakukan karena kita bukan Chief Executive Officer. Bahkan bila kita CEO pun, kita bisa terhambat dengan approval para Board of Directors dan stakeholders lainnya.

Setiap kita pernah mengalami masa-masa dimana kita tidak bisa melakukan apa-apa, padahal tahu apa yang harus dilakukan.

Teknik Manajemen Stres

Di saat-saat seperti itulah, solusi yang kita butuhkan adalah teknik manajemen stres. Dianna Kenny (2007) dari University of Sydney mendefinisikan teknik manajemen stres sebagai teknik mengendalikan tingkat stres seorang individu, agar tetap bisa berfungsi untuk kinerja dan produktivitas lain selama mengalami hambatan di keinginan tertentu.

[shareable cite=”Dianne Kenny” text=”Definisi manajemen stress”]Manajemen stres = teknik mengendalikan tingkat stres seorang individu, agar tetap bisa berfungsi untuk kinerja dan produktivitas lain selama mengalami hambatan di keinginan tertentu[/shareable]

Dan saya sangat setuju dengan definisi tersebut. Banyak di antara kita lumpuh seluruh produktivitasnya karena galau untuk satu atau dua masalah saja.

Tanpa teknik manajemen stres yang mumpuni, sebuah masalah bisa:
– menguras lebih banyak energi dari seharusnya;
– mencuri perasaan damai dan relasi baik dengan orang lain
– mengoyak rasa percaya diri yang diperlukan untuk bertindak

Tiga Teknik Manajemen Stres

tiga teknik manajemen stres
Photo by Unsplash

Dalam artikel ini, mari kita belajar bersama tiga teknik manajemen stres sederhana dari konteks leadership.

1: Beristirahatlah

Beberapa dari Anda yang tengah stres tidak membutuhkan solusi atau pembelaan. Anda membutuhkan istirahat. Anda stres dan mudah marah karena Anda sedang jenuh dengan pekerjaan yang bertubi-tubi, dengan ambisi yang tidak kunjung disyukuri saat tercapai.

Stres adalah tahapan awal dari depresi. Bila Anda merasa tidak akan ada solusi bagi masalah Anda, itu berarti stres Anda sudah berubah menjadi depresi.

Bila Anda mengatakan bahwa tidak punya waktu untuk beristirahat, atau malah berdalih dengan contoh jam tidur dari Bill Gates atau orang-orang terkenal lain yang kurang dari 5 jam, baca kalimat berikut ini perlahan:

“Terkadang strategi yang paling efektif untuk menyelamatkan bisnis Anda adalah dengan beristirahat.”

Terkadang Anda perlu cuek dengan disiplin karyawan, dengan arsip yang belum rapi, dengan laporan yang belum selesai, agar Anda bisa beristirahat. Terkadang tidak apa-apa bila beberapa hal belum selesai seperti yang Anda mau, tetapi saat jenuh, strategi bisnis yang paling baik adalah beristirahat.

2: Kenali Kekeliruan yang Anda percayai

Saat Anda sudah segar dan 100% present (baca: sepenuhnya fit dan konsen), Anda siap untuk langkah kedua dalam mengelola stres: mengenali kekeliruan yang selama ini Anda percayai – yang telah membawa Anda pada stres yang tidak perlu.

Banyak dari kita stres karena termakan kekeliruan yang kita kunyah sendiri.
Banyak dari kita stres karena termakan perfeksionisme yang kita buat-buat sendiri.

“Tidak ada tim yang becus bekerja!”
– KELIRU! Ada beberapa orang yang cakap bekerja dalam perusahaan Anda.

“Tidak ada yang peduli pada perusahaan selain saya”
– KELIRU! Ada beberapa orang yang peduli pada perkembangannya juga.

“Tidak ada yang mau membantu saya”
– KELIRU! Ada beberapa orang yang menantikan Anda meminta tolong.

Stres bergulung-gulung semakin besar saat Anda menggoreng kekeliruan dan kebohongan yang Anda percayai, dan dibutuhkan fisik dan pikiran yang segar untuk bisa mengenali kekeliruan tersebut.

3: Lakukan Hal “Default”

Bila Anda pernah mengalami alat elektronik atau gadget Anda bermasalah, hal termudah untuk memperbaikinya adalah dengan mereset ulang ke kondisi bawaan pabrik, atau yang sering disebut sebagai reset to default.

Di langkah ketiga ini, lakukan hal-hal default.

Lakukan hal-hal yang memang menjadi job description Anda, bukan ambisi Anda.
Lakukan hal-hal yang utamanya menjadi tanggung jawab Anda, bukan keinginan Anda.
Lakukan hal-hal yang default, yang wajib untuk dilakukan.

Kebanyakan eksekutif mulai stres saat mencoba melakukan hal-hal yang diluar tanggung jawab mereka, demi apresiasi dari stakeholder. Inovasi kata mereka.

Mereka sibuk mencari inovasi marketing, tetapi tidak pernah melakukan hal-hal default seperti memahami siapa customer ideal mereka.

Mereka sibuk mencari inovasi sales dengan teknologi dan app, tetapi tidak pernah memberi waktu default untuk memahami angka-angka prospek dan penjualan mereka.

Mereka sibuk mencari inovasi operasional, memunculkan ide baru demi ide baru; tetapi mengabaikan sistem operasional yang sudah mereka miliki – menyebabkan redudansi (tumpang tindih) di mana-mana.

Ya, inovasi memang baik, tetapi kecanduan inovasi demi apresiasi tidaklah sehat.

[shareable cite=”Coach Danny “]Ya, inovasi memang baik, tetapi kecanduan inovasi tidaklah sehat.[/shareable]

Terkadang inovasi terbaik adalah saat Anda bisa menemukan jalan kembali ke tujuan utama Anda menjabat, setelah tersasar dari kompleksitas ambisi.

Penutup

Dr John Maxwell mengatakan “Life is 10% what happens to me and 90% of how I react to it.” Saat Anda terbelenggu dengan sikap orang lain atau keadaan yang tidak bisa Anda kendalikan, itu seharusnya hanya menyita 10% energi Anda. Anda punya kendali untuk 90% energi Anda lainnya.

Namun, kejenuhan karena mencoba melakukan terlalu banyak hal sehingga fisik Anda kelelahan; atau pun kekeliruan pola pikir dan ambisi untuk inovasi yang berlebihan – dapat membuat Anda terjebak dalam hutan kompleksitas: berputar-putar tanpa solusi.

Tiga solusi self-leadership dalam teknik manajemen stres dalam artikel ini semoga bisa membantu Anda: beristirahat, kenali kekeliruan dan kerjakan hal-hal default.

Selamat mencoba, dan bagikan tiga tips tersebut pada rekan lain bila tips tersebut berhasil membantu Anda.

Your Coach,
Danny

[callout]Artikel ini diadaptasi dari The Stress Resolution karya Coach Danny Wira Dharma di majalah Managers’ Scope edisi Maret 2019.[/callout]

Share artikel ini, klik: