Apa kesalahan terbesar yang pernah Anda buat sebagai seorang pemimpin? Itu adalah hal yang paling sering ditanyakan pada saya sejak mulai melatih para pemimpin bisnis di awal tahun 2010 silam.
Jawaban saya tetap sama: “terlalu dini mempromosikan seorang anggota tim kepada posisi kepemimpinan”.
Salah promosi atau terlalu cepat menempatkan seseorang dalam posisi kepemimpinan adalah salah satu bencana manajerial terburuk yang pernah saya lakukan. Banyak orang terluka, termasuk saya dan orang yang saya promosikan, karena saya terlalu optimis dalam menempatkan seorang individu ke posisi kepemimpinan dimana mereka belum siap untuk emban.
Mungkin apa yang saya alami juga pernah Anda alami: menemukan kekecewaan saat Anda dan saya memberikan tanggung jawab dan peranan penting di pundak seorang individu berbakat – sebelum Anda dan saya benar-benar mengukur kesiapannya secara mental.
[callout]Salah satu alasannya adalah: terlalu banyak pemimpin yang saya temui, termasuk diri saya sendiri “mempromosikan seseorang untuk mengetahui bilamana ia cakap dalam memimpin” dan bukannya untuk “menguji kepemimpinan seseorang untuk melihat bilamana ia siap untuk dipromosikan”.[/callout]
[shareable cite=”Abraham Lincoln”]Nearly all men can stand adversity, but if you want to test a man’s character, give him power[/shareable]
Posisi kepemimpinan yang akan diemban oleh anggota tim Anda membutuhkan hadirnya kapasitas leadership, bukan hanya kemampuan kognitif atau prestasi seorang individu. Sebagai contoh, seorang sales yang berkinerja tinggi belum tentu siap menjadi seorang sales manager yang cakap – kemampuannya mempengaruhi prospek untuk membeli bukanlah indikator yang fair dalam menilai kemampuannya memimpin tim penjualan.
Namun, bagaimanakah Anda dan saya dapat menemukan kapasitas kepemimpinan?
Dengan secara sadar, menguji orang yang Anda ‘tandai’ berbakat dengan scorecard yang jelas, tanpa orang itu ketahui.
Setelah saya mengalami beberapa kekecewaan terkait keputusan mempromosikan seseorang dalam posisi kepemimpinan, saya mulai menyusun scorecard singkat yang saya bagikan di bawah ini.
Namun, perlu saya informasikan bahwa setiap pemimpin perlu menyusun scorecard mereka sendiri karena kepemimpinan terkait erat dengan leadership style Anda dan juga budaya perusahaan/organisasi yang Anda pimpin.
[shareable cite=”John C Maxwell”]In the end, it’s not the size of the project that determines its acceptance, support and success. It’s the size of the leader[/shareable]
Berikut adalah beberapa scorecard saya dan bagaimana saya mengujinya:
Pertama, bagaimanakah ia merespon sebuah tantangan?
Setiap orang memiliki ambisi – meski di orang-orang tertentu ambisi adalah satu-satunya hal yang bisa Anda lihat. Untuk scorecard ini, saya ingin mengetahui apakah calon pemimpin yang saya ‘tandai’ memiliki ambisi untuk memimpin. Selain itu, saya juga ingin tahu bilamana ia dikendalikan oleh ambisi atau ia bisa mengendalikan ambisinya tersebut.
Untuk menguji seseorang dengan scorecard ini, saya biasanya memberikan proyek lintas departemen kepada calon pemimpin tersebut – yang membutuhkan ia keluar dari comfort zone. Saya memastikan ia merasakan bahwa proyek ini adalah sebuah pembuktian prestasi baginya dan saya tinggal mengamati prosesnya.
Ya, prosesnya, bukan produknya. Ujian ini akan menyingkapkan bagaimana ia mempengaruhi staff lain untuk mendukungnya, bagaimana ia membagi waktu antara proyek ini dan tanggung jawab utamanya, serta bagaimana ia mengelola sumber daya dan konsentrasi saat ada masalah yang muncul. Ini juga termasuk bagaimana ia mengelola emosinya saat saya mempertanyakan kemampuannya di dalam masalah yang terjadi.
[shareable cite=”Patrick Lencioni”]Leaders sacrifice themselves for the good of others[/shareable]
Lalu, bagaimana ia merespon sebuah layanan di momen ia merasa nyaman?
Secara rutin saya mengajak tim untuk makan bersama walau tidak ada alasan yang istimewa. Terkadang, bila memungkinkan saya mengajak mereka makan di rumah atau di tempat yang mereka tidak biasa kunjungi, termasuk di tempat-tempat mewah.
Intinya, saya menyiratkan bahwa mereka adalah tamu yang akan saya jamu dengan baik. Saya memiliki motivasi tersembunyi di sini. Saya mau menguji bilamana mereka memiliki fokus melayani atau fokus menikmati dengan aji mumpung.
Saya selalu ingat peristiwa saat tim kami berkumpul di rumah saat Natal tahun lalu. Istri saya memasak dan pembantu rumah tangga kami liburkan.
Saya memiliki pemandangan yang jelas tentang siapa-siapa yang berinisiatif membantu memasak dan kemudian mencuci piring – termasuk siapa yang hanya menunggu hasil masakan dan kemudian menonton televisi. Scorecard ini penting bagi saya karena saya merasa seorang pemimpin perlu memiliki semangat berkorban untuk pihak lain.
[shareable]The real test of character is how you treat the people you don’t have to be nice to[/shareable]
Selain itu, bagaimana ia merespon hambatan yang tidak terduga?
Setiap semester, kami melakukan rapat kerja yang kami sebut ‘management advance’ – dimana kami melakukan evaluasi kinerja semester lalu dan juga perencanaan praktis untuk semester depannya.
Untuk kepentingan fokus serta membangun teamwork, saya senantiasa berusaha melakukan management advance di luar kota dalam konsep liburan.
Di sinilah Anda dan saya bisa mengamati bagaimana si calon pemimpin bertindak bila menemukan hambatan di luar dugaan, misalnya: kemacetan parah atau salah satu mobil tertinggal jauh? Atau apa yang mereka katakan saat hotel yang kami pesan kamarnya terlalu kecil atau tidak layak? Bagaimanakah mereka merespon hambatan yang tidak terduga dalam kondisi mereka mengharapkan suasana nyaman dari sebuah ‘liburan’?
Scorecard ini akan membantu Anda dan saya untuk mengenali bagaimana ia mengatasi stress saat harapannya tidak sesuai dengan kenyataan – sebuah kualitas yang memang akan mereka perlukan sebagai pemimpin.
[shareable cite=”John C Maxwell”]What’s a leader without any followers? Just a guy taking a walk[/shareable]
Dan akhirnya, bagaimana kata orang lain tentang dirinya?
Semua scorecard yang kita coba terapkan pada calon pemimpin yang kita ‘tandai’ ini bukanlah untuk kepentingan kita semata, namun juga untuk kepentingan pihak lain yang akan mengalami dampak dari kepemimpinan orang tersebut.
Yang saya lakukan di sini adalah mengajak pemimpin atau staff dari departemen lain untuk memberikan pendapat tentang proyek atau kinerja yang dilakukannya.
Mempromosikan seseorang ke dalam posisi kepemimpinan itu serupa dengan ‘membeli’ sebuah ‘produk’ yang bernama ‘leadership’. Anda dan saya bisa membelinya karena faktor emosional, entah sudah jenuh di sebuah tanggung jawab atau lainnya.
Itu sebabnya kita membutuhkan pihak lain yang lebih netral untuk membantu kita menilai kesiapan seseorang dari sudut pandang relasi dan prestasi.
Talk-It Over
Leaders, saya menuliskan artikel ini juga dengan berkaca akan kegagalan saya dalam kepemimpinan awal saya di awal tahun 2000an. Saya adalah staff yang cakap namun seorang pemimpin yang belum siap.
Promosi yang saya terima dari pimpinan saya menyebabkan banyak pihak terluka karena saya tidak siap dalam memimpin, khususnya saat saya mencoba untuk mengelola tim seperti cara saya mengelola sebuah sistem.
Scorecard yang saya bagikan ini adalah salah satu cara untuk menghantar saya lebih dekat kepada cara menempatkan orang di posisi kepemimpinan di waktu dan cara yang tepat. Scorecard dan ujian tersebut membutuhkan kerja keras, namun ‘upahnya’ lebih memuaskan.
Anda bisa mengadaptasi scorecard di atas, atau menciptakan scorecard yang lebih cocok untuk bisnis Anda. Yang pasti, mari kita lihat bersama bilamana hal itu membantu Anda. Saya yakin hasilnya membuat bisnis Anda lebih kuat dan Anda tidak menyesal dalam mempromosikan tim Anda.
Selamat menguji!
[callout]Artikel ini diadaptasi dari First Tested yang ditulis oleh Coach Danny Wira Dharma untuk Managers’ Scope edisi Juli 2015.[/callout]