Bertengkar dengan Pasangan dalam Bisnis

Saya hampir bercerai dengan istri gara-gara bisnis bersama. Bacalah bagaimana kami mengubah cara kami bertengkar, dan luput dari perceraian. Prinsipnya sederhana: cara bertengkar yang sehat menghasilkan bisnis dan pernikahan yang kuat.

Share artikel ini, klik:

Tidak jarang kita temui perusahaan-perusahaan dipimpin oleh pasangan suami-istri, baik yang pengantin baru sampai yang sudah puluhan tahun menikah. Bahkan ada juga pasangan muda dalam fase pacaran yang memutuskan untuk berbisnis bersama.

Bagi kebanyakan mereka, ide berbisnis bersama pasangan berakar pada hal-hal ini:

  • tidak ada orang yang bisa lebih saya percaya selain pasangan saya,
  • kami sudah saling kenal dan sudah bersama-sama cukup lama, bahkan
  • bisnis ini akan membuat kami saling terikat dan lebih berkomitmen satu sama lain.

Tetap saja, impian indah berbisnis dengan si dia bisa menjadi pengalaman keras dan pahit. Tidak sedikit juga yang menemukan konflik dalam bisnis memberikan dampak buruk pada pernikahan mereka (perceraian), dan sebaliknya (kebangkrutan).

Bagaimana Anda bertengkar?

Semua pasangan suami istri (pasutri) akan bertengkar. Namun, ini yang perlu kita pahami bersama:

[shareable cite=”Coach Danny”]Pasutri yang sehat bertengkar untuk mencari solusi bersama. Pasutri yang egois bertengkar untuk memenangkan argumen.[/shareable]

Perbedaan kepribadian, latar belakang kehidupan dan tujuan membawa kita dari konflik ke konflik, pertengkaran ke pertengkaran, dengan pasangan kita. Konflik sebenarnya sangat berguna untuk saling menyelaraskan. Sayangnya, pasutri-pasutri yang penuh ego bertengkar bagaikan petinju yang curang, memukul di bawah sabuk dengan tuduhan yang tidak fair, kritikan yang menjatuhkan dan ungkitan masalah-masalah yang sudah selesai.

Saat Dina dan saya memulai bisnis ini, sudah beberapa kali kami hampir berpisah karena pertengkaran demi pertengkaran yang semakin hebat. Kami, seperti pasangan-pasangan suami istri lain yang mungkin tengah “perang dingin” di akhir pekan ini, juga saling menyalahkan, mengungkit-ungkit kesalahan, berbohong agar menang dalam argumen, dan tindakan-tindakan lain yang tidak kami banggakan.

Dahulu kami berpikir penyebab utamanya adalah perbedaan kepribadian dimana Dina adalah orang yang sangat Dominant (berani ambil resiko, cepat memutuskan), sementara saya orang yang sangat Compliance (sangat hati-hati, penuh pertimbangan), tetapi kami salah.

Masalah kami adalah cara kami bertengkar. Seorang mentor membantu kami keluar dari carut marut pertengkaran yang tidak sehat dengan mengajarkan kami hal ini:

[shareable]It’s not IF you fight, it’s HOW you fight.[/shareable]

Apakah Anda Berdua Bertengkar seperti Kami (yang dulu)?

Ada empat hal yang biasa kami lakukan dalam pertengkaran-pertengkaran kami yang tidak sehat dahulu.

  1. Komplain yang tidak adil. Komplain yang adil mengarah kepada suatu kejadian spesifik dimana pasangan Anda gagal melakukan sesuatu. Komplain yang tidak adil sebaliknya, ia menyerang kepribadian atau kebiasaan pasangan secara global. Sebagai contoh:
    • Komplain yang adil: “Kamu lupa bayar tagihan supplier ya! Kamu benar-benar buat aku repot deh kali ini, sampai diomelin supplier”
    • Komplain yang tidak adil: “Kamu itu kebanyakan lupa! Susah percaya sama omongan kamu!”
  2. Menghina atau merendahkan. Penghinaan kepada pasangan bisa kebanyakan dilakukan dengan cara-cara yang tidak langsung, misalnya: mencibir saat pasangan berbicara, menyindir, atau lelucon yang merendahkan. Walau Anda dan saya bisa membela diri dengan mengatakan kita tetap menghormati pasangan kita, penghinaan non-direct dan non-verbal dirasakan oleh pasangan dan membuat kita semakin jauh dari kata kompak.
  3. Membela diri. Perilaku seperti ini seakan mau berteriak kepada pasangan kita: “masalahnya bukan aku, tapi kamu tahu!” Anda seolah menjelaskan bahwa karena si dia duluan membuat masalah, maka ia bertanggung jawab atas semua masalah yang ada sekarang. Anda, sebenarnya, bisa jadi sedang menghindari tanggung jawab dari tindakan Anda yang keliru, dengan membesar-besarkan apa yang mereka lakukan “sebelum” kesalahan dari pihak Anda.
  4. Diam seribu bahasa. Saat pasutri yang berbisnis bersama bertengkar dengan tidak sehat, setiap pertengkaran mencetuskan masalah baru. Kami mengalami mulai dari saling mengkritik, lalu saling menyindir, lalu saling membela diri, sampai akhirnya tidak mau bicara lagi karena capek. Kelihatannya memang membaik, tidak bertengkar lagi. Akan tetapi, yang sedang kita lakukan adalah melarikan diri dari masalah dan dari relasi. Dan, seperti kami, Anda bisa kaget saat sadar masalahnya jadi berkali-kali lebih besar dari semula. [shareable cite=”Coach Danny”]Sebagai catatan: cara bertengkar dengan ‘diam seribu bahasa’ ini umumnya dilakukan oleh para pria. Harapan saya, info ini jangan dijadikan ‘senjata’ untuk menghakimi suami Anda, ya, leaders 😀 .[/shareable]

Bertengkar dengan Sehat, yuk!

Ada tiga kebiasaan yang kami gunakan, dan masih latih dalam pernikahan dan bisnis kami berdua sampai sekarang. Bila Anda mau mencoba, kami berdoa Anda pun bisa mendapatkan manfaat-manfaat dari cara bertengkar yang sehat ini:

Hentikan aktifitas Anda sementara, untuk bisa memahami apa yang dikatakan oleh pasangan Anda.

Mengapa hal ini penting? Karena seringkali kita tidak melakukannya!

Kita seringkali tidak serius dalam menyimak dan memahami pasangan kita. Kita lebih serius dalam mendebat, dalam menjelaskan maksud kita, dalam membela diri.

Mungkin Anda seperti kami dulu, berpikir bahwa kita demikian canggihnya dalam hal multi-tasking: “Aku tetap dengar kamu kok walau sambil ngetik email”. Memang benar Anda masih mendengar pasangan Anda walau sambil mengerjakan sesuatu, hanya saja ada kebenaran yang ini:

[shareable cite=”Coach Danny”]Anda hanya mendengarkan separuh, tidak penuh.[/shareable]

Bila Anda adalah klien coaching saya, pasti Anda sering melihat saya melakukan hal ini pada Anda: “Bantu saya untuk paham dengan benar, … lalu saya mengulangi apa yang Anda jelaskan”. Tujuannya adalah agar kita berada di frekuensi komunikasi yang sama.

Demikian pula Anda bisa lakukan dengan pasangan Anda. Katakanlah padanya (mungkin sambil merangkul atau menggenggam tangannya): “Aku paham mengapa kamu merasa seperti itu saat aku ….; lalu ulangi apa yang ia katakan”. Hal itu membuat Anda untuk benar-benar menyimak dan membuat pasangan kita merasa didengar.

Catatan bagi para suami: mengatakan “Aku paham” bukan berarti Anda lantas harus setuju dengan cara pikir pasangan yang mungkin berbeda dengan pikiran Anda. Akan tetapi hal itu untuk menunjukkan bahwa Anda mendengar, menghormati dan mengerti apa yang dikatakannya.

Perhatikan kata-kata Anda dengan seksama

Mungkin Anda merasakan pasangan Anda sangat bawel, sehingga Anda protes dengan langkah pertama yang saya paparkan di atas:

“bisa habis waktu saya bila harus mendengarkan dia terus-terusan, Coach! Dia harus professional dong, pisahin apa yang mau dibicarakan di bisnis dan di rumah tangga”

Keluhan seperti itu sering saya dengarkan dari para suami, juga para istri. Dengan kata lain, yang bawel hanya wanita adalah mitos belaka.

Beberapa tips yang telah membantu kami terkait langkah kedua bertengkar dengan sehat ini adalah:

  1. Apakah hal itu perlu saya katakan?
  2. Apakah hal itu perlu saya katakan sekarang?

Saat Anda berdua sudah terlambat untuk meeting dengan calon customer baru yang terus menelepon Anda sudah sampai dimana, dan pasangan Anda tiba-tiba berkata: “kamu sudah telepon ke rumah belum, bilang I love you sama anak kita“, apa yang perlu Anda katakan?

  • Mungkin Anda berkata dalam hati, “itu kan bisa nanti, kita lagi telat nih!” sambil berlagak tidak dengar;
  • Mungkin Anda malah berkata langsung, “bisa nanti gak! kita lagi telat!” dengan resiko pasangan Anda merasa Anda kurang sayang dengan anak;
  • Mungkin Anda terpaksa menelepon, dan kemudian menyalahkan pasangan bila meetingnya tidak sukses karena Anda terpecah konsentrasinya;
  • dan skenario-skenario lain yang luar biasa bila dikembangkan.

Leaders, walau contoh di atas tampak jarang terjadi, sebenarnya prinsip dari situasi tersebut sangat sering dialami pasutri-pasutri yang berbisnis bersama: hal yang benar dikatakan pada saat yang salah.

[shareable]Semua yang kita katakan haruslah merupakan kebenaran. Tapi tidak semua yang kita rasa adalah kebenaran, harus kita katakan.[/shareable]

Hindari hal-hal ini saat marah

Ini lebih praktis, tapi akan membantu Anda. Jangan pernah:

  • memberikan julukan yang merendahkan pada pasangan Anda. Misalnya: Mr Plin Plan, si Bawel dari Benteng, dan sebagainya.
  • bangkit-bangkit masalah di masa lalu
  • berkata “kamu selalu” atau “kamu tidak pernah”
  • mengancam cerai

Talk-It Over

Sekali lagi, semua pasangan suami istri pasti bertengkar. Yang menjadi perbedaan antara pasutri yang bertengkar dan memiliki bisnis yang sukses dari yang malahan bangkrut atau bercerai adalah cara mereka bertengkar.

  • Apa yang seringkali membuat Anda bertengkar dengan pasangan? Apa yang ingin pasangan bisa pahami dari Anda? Apa yang sebenarnya belum Anda lakukan, yang mungkin menghambat Anda memahami pasangan?
  • Bila pertengkaran Anda menunjukkan bahwa Anda tidak cocok berbisnis berdua, apa yang Anda rela lakukan?

Selamat bertengkar dengan sehat!

Share artikel ini, klik: